Pride
dorksaeng (@kdahyu)
an oneshot, fluff, and romance fanfiction.
Gadis itu menatap kosong ke arah dashboard mobil yang ditumpanginya. Sementara pemuda di sampingnya meletakkan selembar uang puluhan ribu won dan sebuah kalung di pangkuan gadis itu. Kalung itu, kalung yang merupakan pasangan dari kalung yang dipakai gadis itu. Jika bandul dari kedua kalung itu disatukan, maka akan terbentuk sebuah cincin dengan ukiran nama mereka di dalamnya.
“Kau bisa pulang naik bus dengan uang itu.” Ucap Taehyung, pemuda yang duduk di sampingnya.
“Kau berkata bahwa kau akan menjagaku.” Ucap Minah lirih, memandangi uang dan kalung yang ada di pangkuannya.
Taehyung tertawa sinis, “Jangan mempercayaiku seperti orang bodoh. Itu hanya kebohongan.”
Minah tersenyum miris, “Saat kau membeli kalung ini untuk kita, bukankah kita berjanji kita akan selalu bersama?”
“Itu sudah tidak berlaku. Keluarlah.” Ucap Taehyung dingin, kata kata yang terucap dari bibirnya terdengar tak bersahabat. Seratus delapan puluh derajat berbeda dengan dirinya yang dulu Minah kenal. Gadis itu tak bergeming, tubuhnya terasa begitu lemas hingga ia tak dapat melangkahkan kakinya keluar dari mobil ini.
Pemuda itu berdecak kesal, tak sabar dan geram. Akhirnya ia memilih untuk keluar dari mobil itu. Usai membuka pintu yang berada di samping tempat duduk Minah, Taehyung menyeret gadis itu keluar. Tak peduli Minah merintih kesakitan karena cengkeramannya.
“Hubungan kita sudah selesai.” Usai mengucapkan kalimat itu kepada Minah, Taehyung buru buru masuk ke dalam mobilnya. Seolah tak peduli bagaimana nasib Minah nantinya, pemuda itu melajukan mobilnya sekencang mungkin. Toh jalanan sepi, tak ada seorangpun yang akan dirugikan oleh tingkahnya.
Hiduplah dengan baik, Bang Minah. Lebih baik kau melupakanku.
▲
Klub malam itu terlihat ramai, semua orang yang berada di sana terlihat begitu menikmati suasana. Menenggak alkohol, menari dengan penuh gairah untuk menghilangkan stress di kepala. Tetapi nyatanya masih ada seseorang yang tidak bisa menikmati malamnya. Pemuda itu menghela nafas, menenggak alkoholnya untuk yang kesekian kalinya.
“Apa yang kau pikirkan?” tanya Hyungwon yang rupanya menyadarinya.
Pemuda itu, Kim Taehyung, menggeleng, “Bukan apa apa.”
Hyungwon mengangkat bahu, “Baiklah, kau tidak ingin menari? Aku duluan.”
Taehyung memandangi sekitarnya. Memang di antara ia dan teman temannya, hanya Hyungwon dan dirinya sendiri lah yang tidak mudah terpengaruh alkohol. Lihat saja semua teman temannya yang sudah tergeletak lemas di sofa. Sedangkan Hyungwon justru sibuk menari dan menggoda gadis gadis yang ada di klub malam.
Ia sendiri? Entahlah. Ini sudah hampir delapan bulan sejak kejadian itu. Tetapi puluhan pertanyaan selalu mengitari kepalanya setiap hari. Apakah ia telah menemukan seseorang yang lain? Ia pasti telah melupakanku, kan? Atau ia masih menyimpan perasaan untukku? Sama sepertiku yang masih menyimpan perasaan untuknya?
Taehyung tersenyum pahit, “Tidak mungkin.”
Dadanya terasa begitu sesak jika memikirkan semua itu. Jadi begini rasanya? Sebelumnya ia tak pernah merasa bahwa berpisah adalah suatu hal yang se menyakitkan ini. Sebelumnya ia adalah seorang bad boy yang mengambil peran menyakiti, tak memperdulikan bagaimana perasaan gadis yang ia sakiti.
Apakah ini karma? Seperti umpatan yang biasa dilontarkan gadis gadis yang ia sakiti. Apakah pada akhirnya karma itu datang untuk menghukum kelakuannya selama ini? Ataukah ini memang karena itu adalah Bang Minah?
“Minah!”
Taehyung mengangkat alisnya, Minah? Ah, mungkin itu Minah yang lain. Pemuda itu kembali menenggak alkoholnya. Entah gelas keberapa, tetapi ia mulai merasakan efek alkohol itu menguasai pikirannya. Ia meminumnya terlalu banyak.
“Bang Minah, kemarilah!”
Pemuda itu mendongakkan kepalanya. Bang Minah? Apakah ia hanya berhalusinasi? Tetapi dalam keadaannya yang setengah sadar, ia melihat sesosok gadis berkulit putih cerah dan berpipi chubby. Persis seperti Bang Minah yang ia kenal. Juga senyuman gadis itu, eyesmilenya. Tetapi senyuman itu kali ini bukan ditunjukkan untuknya.
Taehyung mengepalkan tangannya. Geram? Emosi? Cemburu? Entahlah. Bukankah seharusnya ia tak perlu merasakan perasaan semacam itu lagi mengingat Minah bukan lagi siapa siapa dalam hidupnya. Seharusnya begitu, kan? Tetapi, apa ini? Kenapa tubuhnya bergerak tanpa kontrol?
Buagh!
▲
Taehyung terus memuntahkan isi perutnya, sementara gadis itu dengan sabar memijat tengkuknya. Usai mengeluarkan alkohol yang memenuhi lambungnya, Taehyung mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Pemuda itu cukup terkejut melihat siapa gadis yang sejak tadi memijat tengkuknya.
“Minah?”
Gadis itu berdeham pelan, “Aku membantumu hanya karena aku mengenalmu. Itu saja.”
Taehyung mengangguk, “Memang apalagi yang kuharapkan?” tanyanya dingin, meskipun sebenarnya cukup kecewa mendengar pernyataan Minah barusan.
“Dimana pacarmu? Apa aku menyakitinya?” lanjut Taehyung, tiba tiba teringat apa yang ia lakukan tadi.
Minah mengernyitkan dahi, “Pacar? Pacar siapa? Ah, Kihyun? Aku baru mengenalnya. Kencan buta.”
Pemuda itu menganggukkan kepalanya, diam diam merasa bersyukur, “Apakah kencan buta kalian berhasil?”
“Yang benar saja, setelah kau memukulinya?” sindir gadis itu dingin.
Hening. Taehyung dan Minah kembali larut dalam pikirannya masing masing. Aku merindukanmu. Apakah kau merindukanku? Apakah kau hidup dengan baik? Kau pasti sudah melupakanku, kan? Pernahkah kau memikirkanku seperti aku memikirkanmu? Taehyung terus menahan dirinya untuk tak menanyakan itu pada Minah.
“Bang Minah, apakah kau hidup dengan baik tanpaku?” gagal, satu pertanyaan meluncur dengan mulus dari bibirnya. Sementara gadis di hadapannya tak bergeming, terlihat tak berminat untuk menjawab.
“Aku merindukanmu.”
“Tidak, aku merindukan kita.”
“Tak bisakah kita kembali seperti dulu?”
Minah menghela nafas, “Kau yang mengakhirinya sendiri. Bukankah itu melukai harga dirimu dengan mengatakan hal hal semacam itu?”
Taehyung menunduk, “Entahlah.”
“Sebuah mangkuk sudah kau pecahkan. Itu tidak akan kembali seperti semula.” Ucap Minah lirih, menggambarkan bagaimana perasaannya.
“Bagaimana jika aku ingin menyatukan mangkuk itu dengan lem?” tanya Taehyung. Tetapi gadis itu hanya memalingkan wajah. Taehyung menganggapnya sebagai tidak. Pemuda itu berbalik, melangkahkan kakinya menjauh dari sosok Bang Minah.
Terdengar suara decakan, “Menyebalkan. Kau masih saja egois.” ucap Minah.
Taehyung menghentikan langkahnya. Memang benar, sejak dulu ia adalah satu satunya yang mengatur hubungan mereka. Mulai dari hal hal sederhana seperti tempat makan siang, Minah selalu menurutinya. Tak peduli bahwa Taehyung memilih tempat makan siang yang tak disukai gadis itu, tetap saja Minah masih bersamanya.
“Kau terlalu egois. Kenapa tidak melukai harga dirimu sedikit untuk membujukku. Mungkin itu akan berhasil.” Gerutu Minah, kenapa pemuda ini tak pernah berubah?
“Seperti ini?” tanya Taehyung. Gadis itu terkejut, di hadapannya sekarang Taehyung berlutut di hadapannya. Seorang Kim Taehyung, yang memiliki harga diri begitu tinggi.
“Tidak bisakah kita kembali seperti dulu?”
Minah menunduk, berusaha menutupi wajahnya yang memerah. Ya, nyatanya setelah dilukai beribu kali oleh Taehyung perasaannya tak pernah berubah. Kenapa? Ia tidak tahu. Hanya karena ia Taehyung. Ia tak memiliki alasan lain untuk mencintai pemuda itu dan terus bertahan seperti ini. Tanpa berlutut pun, Minah mungkin akan menerima Taehyung kembali.
“Bangunlah, aku merinding melihatmu berlutut seperti itu.” Ucap Minah pelan, memalingkan wajahnya.
“Iya atau tidak? Kau membuatku bingung.” Tanya Taehyung memastikan.
Minah menghela nafas, “Kau menyalahkanku lagi, kan? Aku tidak jelas? Begitu?”
“Jadi jawabannya iya?” tanya Taehyung sembari bangun. Pemuda itu berjalan mendekati Minah dan menatap wajah gadis di hadapannya itu yang mulai memerah.
“Iya?” tanya pemuda itu sekali lagi. Meskipun raut wajah Minah sudah mengatakannya dengan jelas. Taehyung ingin mendengarnya dari mulut gadis itu sendiri.
Minah mendengus, “Iya. Puas?”
Tanpa memberikan jawaban dengan kata kata, Taehyung memilih untuk mengutarakannya dengan hal lain. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajah Minah. Kedua tangannya menangkup wajah Minah dengan lembut. Bibir mereka hampir bertemu, sebelum Minah mendorong tubuhnya tiba tiba.
“Jangan menciumku dengan mulutmu yang bau muntahan dan alkohol itu.” Ucap Minah ditambah dengan ekspresi jijik di wajahnya.
“Lalu harus kulakukan kapan? Rumahku cukup dekat, aku bisa menyikat gigiku sekarang juga. Kau bisa menginap juga.”
“Ya! Kim Taehyung!”
“Kau terlihat semakin gemuk, hahaha.”
“Apa-apaan..”
“Kurasa aku juga semakin tinggi, tetapi kau masih sama, hahaha.”
“Kau benar benar menyebalkan.”
“Tapi, sebenarnya kenapa kau memutuskanku?”
“Entah, hobi?”
“Kau.. benar benar.”
–Fin.
Gadis itu menatap kosong ke arah dashboard mobil yang ditumpanginya. Sementara pemuda di sampingnya meletakkan selembar uang puluhan ribu won dan sebuah kalung di pangkuan gadis itu. Kalung itu, kalung yang merupakan pasangan dari kalung yang dipakai gadis itu. Jika bandul dari kedua kalung itu disatukan, maka akan terbentuk sebuah cincin dengan ukiran nama mereka di dalamnya.
“Kau bisa pulang naik bus dengan uang itu.” Ucap Taehyung, pemuda yang duduk di sampingnya.
“Kau berkata bahwa kau akan menjagaku.” Ucap Minah lirih, memandangi uang dan kalung yang ada di pangkuannya.
Taehyung tertawa sinis, “Jangan mempercayaiku seperti orang bodoh. Itu hanya kebohongan.”
Minah tersenyum miris, “Saat kau membeli kalung ini untuk kita, bukankah kita berjanji kita akan selalu bersama?”
“Itu sudah tidak berlaku. Keluarlah.” Ucap Taehyung dingin, kata kata yang terucap dari bibirnya terdengar tak bersahabat. Seratus delapan puluh derajat berbeda dengan dirinya yang dulu Minah kenal. Gadis itu tak bergeming, tubuhnya terasa begitu lemas hingga ia tak dapat melangkahkan kakinya keluar dari mobil ini.
Pemuda itu berdecak kesal, tak sabar dan geram. Akhirnya ia memilih untuk keluar dari mobil itu. Usai membuka pintu yang berada di samping tempat duduk Minah, Taehyung menyeret gadis itu keluar. Tak peduli Minah merintih kesakitan karena cengkeramannya.
“Hubungan kita sudah selesai.” Usai mengucapkan kalimat itu kepada Minah, Taehyung buru buru masuk ke dalam mobilnya. Seolah tak peduli bagaimana nasib Minah nantinya, pemuda itu melajukan mobilnya sekencang mungkin. Toh jalanan sepi, tak ada seorangpun yang akan dirugikan oleh tingkahnya.
Hiduplah dengan baik, Bang Minah. Lebih baik kau melupakanku.
▲
Klub malam itu terlihat ramai, semua orang yang berada di sana terlihat begitu menikmati suasana. Menenggak alkohol, menari dengan penuh gairah untuk menghilangkan stress di kepala. Tetapi nyatanya masih ada seseorang yang tidak bisa menikmati malamnya. Pemuda itu menghela nafas, menenggak alkoholnya untuk yang kesekian kalinya.
“Apa yang kau pikirkan?” tanya Hyungwon yang rupanya menyadarinya.
Pemuda itu, Kim Taehyung, menggeleng, “Bukan apa apa.”
Hyungwon mengangkat bahu, “Baiklah, kau tidak ingin menari? Aku duluan.”
Taehyung memandangi sekitarnya. Memang di antara ia dan teman temannya, hanya Hyungwon dan dirinya sendiri lah yang tidak mudah terpengaruh alkohol. Lihat saja semua teman temannya yang sudah tergeletak lemas di sofa. Sedangkan Hyungwon justru sibuk menari dan menggoda gadis gadis yang ada di klub malam.
Ia sendiri? Entahlah. Ini sudah hampir delapan bulan sejak kejadian itu. Tetapi puluhan pertanyaan selalu mengitari kepalanya setiap hari. Apakah ia telah menemukan seseorang yang lain? Ia pasti telah melupakanku, kan? Atau ia masih menyimpan perasaan untukku? Sama sepertiku yang masih menyimpan perasaan untuknya?
Taehyung tersenyum pahit, “Tidak mungkin.”
Dadanya terasa begitu sesak jika memikirkan semua itu. Jadi begini rasanya? Sebelumnya ia tak pernah merasa bahwa berpisah adalah suatu hal yang se menyakitkan ini. Sebelumnya ia adalah seorang bad boy yang mengambil peran menyakiti, tak memperdulikan bagaimana perasaan gadis yang ia sakiti.
Apakah ini karma? Seperti umpatan yang biasa dilontarkan gadis gadis yang ia sakiti. Apakah pada akhirnya karma itu datang untuk menghukum kelakuannya selama ini? Ataukah ini memang karena itu adalah Bang Minah?
“Minah!”
Taehyung mengangkat alisnya, Minah? Ah, mungkin itu Minah yang lain. Pemuda itu kembali menenggak alkoholnya. Entah gelas keberapa, tetapi ia mulai merasakan efek alkohol itu menguasai pikirannya. Ia meminumnya terlalu banyak.
“Bang Minah, kemarilah!”
Pemuda itu mendongakkan kepalanya. Bang Minah? Apakah ia hanya berhalusinasi? Tetapi dalam keadaannya yang setengah sadar, ia melihat sesosok gadis berkulit putih cerah dan berpipi chubby. Persis seperti Bang Minah yang ia kenal. Juga senyuman gadis itu, eyesmilenya. Tetapi senyuman itu kali ini bukan ditunjukkan untuknya.
Taehyung mengepalkan tangannya. Geram? Emosi? Cemburu? Entahlah. Bukankah seharusnya ia tak perlu merasakan perasaan semacam itu lagi mengingat Minah bukan lagi siapa siapa dalam hidupnya. Seharusnya begitu, kan? Tetapi, apa ini? Kenapa tubuhnya bergerak tanpa kontrol?
Buagh!
▲
Taehyung terus memuntahkan isi perutnya, sementara gadis itu dengan sabar memijat tengkuknya. Usai mengeluarkan alkohol yang memenuhi lambungnya, Taehyung mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Pemuda itu cukup terkejut melihat siapa gadis yang sejak tadi memijat tengkuknya.
“Minah?”
Gadis itu berdeham pelan, “Aku membantumu hanya karena aku mengenalmu. Itu saja.”
Taehyung mengangguk, “Memang apalagi yang kuharapkan?” tanyanya dingin, meskipun sebenarnya cukup kecewa mendengar pernyataan Minah barusan.
“Dimana pacarmu? Apa aku menyakitinya?” lanjut Taehyung, tiba tiba teringat apa yang ia lakukan tadi.
Minah mengernyitkan dahi, “Pacar? Pacar siapa? Ah, Kihyun? Aku baru mengenalnya. Kencan buta.”
Pemuda itu menganggukkan kepalanya, diam diam merasa bersyukur, “Apakah kencan buta kalian berhasil?”
“Yang benar saja, setelah kau memukulinya?” sindir gadis itu dingin.
Hening. Taehyung dan Minah kembali larut dalam pikirannya masing masing. Aku merindukanmu. Apakah kau merindukanku? Apakah kau hidup dengan baik? Kau pasti sudah melupakanku, kan? Pernahkah kau memikirkanku seperti aku memikirkanmu? Taehyung terus menahan dirinya untuk tak menanyakan itu pada Minah.
“Bang Minah, apakah kau hidup dengan baik tanpaku?” gagal, satu pertanyaan meluncur dengan mulus dari bibirnya. Sementara gadis di hadapannya tak bergeming, terlihat tak berminat untuk menjawab.
“Aku merindukanmu.”
“Tidak, aku merindukan kita.”
“Tak bisakah kita kembali seperti dulu?”
Minah menghela nafas, “Kau yang mengakhirinya sendiri. Bukankah itu melukai harga dirimu dengan mengatakan hal hal semacam itu?”
Taehyung menunduk, “Entahlah.”
“Sebuah mangkuk sudah kau pecahkan. Itu tidak akan kembali seperti semula.” Ucap Minah lirih, menggambarkan bagaimana perasaannya.
“Bagaimana jika aku ingin menyatukan mangkuk itu dengan lem?” tanya Taehyung. Tetapi gadis itu hanya memalingkan wajah. Taehyung menganggapnya sebagai tidak. Pemuda itu berbalik, melangkahkan kakinya menjauh dari sosok Bang Minah.
Terdengar suara decakan, “Menyebalkan. Kau masih saja egois.” ucap Minah.
Taehyung menghentikan langkahnya. Memang benar, sejak dulu ia adalah satu satunya yang mengatur hubungan mereka. Mulai dari hal hal sederhana seperti tempat makan siang, Minah selalu menurutinya. Tak peduli bahwa Taehyung memilih tempat makan siang yang tak disukai gadis itu, tetap saja Minah masih bersamanya.
“Kau terlalu egois. Kenapa tidak melukai harga dirimu sedikit untuk membujukku. Mungkin itu akan berhasil.” Gerutu Minah, kenapa pemuda ini tak pernah berubah?
“Seperti ini?” tanya Taehyung. Gadis itu terkejut, di hadapannya sekarang Taehyung berlutut di hadapannya. Seorang Kim Taehyung, yang memiliki harga diri begitu tinggi.
“Tidak bisakah kita kembali seperti dulu?”
Minah menunduk, berusaha menutupi wajahnya yang memerah. Ya, nyatanya setelah dilukai beribu kali oleh Taehyung perasaannya tak pernah berubah. Kenapa? Ia tidak tahu. Hanya karena ia Taehyung. Ia tak memiliki alasan lain untuk mencintai pemuda itu dan terus bertahan seperti ini. Tanpa berlutut pun, Minah mungkin akan menerima Taehyung kembali.
“Bangunlah, aku merinding melihatmu berlutut seperti itu.” Ucap Minah pelan, memalingkan wajahnya.
“Iya atau tidak? Kau membuatku bingung.” Tanya Taehyung memastikan.
Minah menghela nafas, “Kau menyalahkanku lagi, kan? Aku tidak jelas? Begitu?”
“Jadi jawabannya iya?” tanya Taehyung sembari bangun. Pemuda itu berjalan mendekati Minah dan menatap wajah gadis di hadapannya itu yang mulai memerah.
“Iya?” tanya pemuda itu sekali lagi. Meskipun raut wajah Minah sudah mengatakannya dengan jelas. Taehyung ingin mendengarnya dari mulut gadis itu sendiri.
Minah mendengus, “Iya. Puas?”
Tanpa memberikan jawaban dengan kata kata, Taehyung memilih untuk mengutarakannya dengan hal lain. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajah Minah. Kedua tangannya menangkup wajah Minah dengan lembut. Bibir mereka hampir bertemu, sebelum Minah mendorong tubuhnya tiba tiba.
“Jangan menciumku dengan mulutmu yang bau muntahan dan alkohol itu.” Ucap Minah ditambah dengan ekspresi jijik di wajahnya.
“Lalu harus kulakukan kapan? Rumahku cukup dekat, aku bisa menyikat gigiku sekarang juga. Kau bisa menginap juga.”
“Ya! Kim Taehyung!”
“Kau terlihat semakin gemuk, hahaha.”
“Apa-apaan..”
“Kurasa aku juga semakin tinggi, tetapi kau masih sama, hahaha.”
“Kau benar benar menyebalkan.”
“Tapi, sebenarnya kenapa kau memutuskanku?”
“Entah, hobi?”
“Kau.. benar benar.”
–Fin.