Campfire
Dedicated to HDRP’s 1st Anniversary. Happy birthday! : )
Title : Campfire // Staring : Wooju & Jungkook // Author : rainydanah // Genre : Romance with a little bit (mature) comedy // Rated : PG-15 // Words : 2k+
“Wooju benci tersesat.”
.
.
.
.
Sial!
Wooju tak bisa lagi menahan umpatan kesalnya. Ini sudah keempat kalinya ia tersandung dan hampir mencium tanah. Langit semakin gelap dan itu membuat pandangannya mulai tak luas lagi. Ponselnya sudah mati setengah jam yang lalu, sehingga benda itu tak bisa membantu untuk saat ini. Ia mengutuk dirinya sendiri dengan menggigit bibir, seharusnya ia mendengar saran Naeun untuk membawa senter karena tidak ada yang tahu pukul berapa kegiatan –memuakkan– dari sekolah ini akan selesai. Wooju mengetuk-ngetuk keningnya, berusaha mengingatkan dirinya sendiri untuk mengubah kebiasaannya yang menganggap sepele hal-hal kecil. Tapi bukan hanya itu yang membuat Wooju duduk bersandar di batang pohon dan mulai menenggelamkan wajahnya di lutut. Tak peduli dengan ancaman hewan liar yang bisa datang kapan saja. Ia telah memutari tempat yang sama berkali-kali, dan belum menemukan jalan keluar.
Ia benci tersesat.
Belum pernah ia merasa se-putus asa ini. Wooju adalah gadis yang kuat, semua orang tahu itu, makanya ia dipilih sebagai ketua klub basket putri di sekolahnya. Sikap leadership telah ia miliki secara natural, karena kedudukannya sebagai anak sulung di rumah. Wooju tahu cara efektif untuk menghibur para anggotanya yang drop karena kalah saat turnamen antar sekolah, dan itu membuatnya disegani, bukan hanya dari kalangan murid, tapi juga guru. Intinya, Wooju adalah gadis yang kuat, plus sikap keras kepalanya.
Tapi kali ini rasa mual mulai memenuhi perutnya. Rasanya seperti ada sesuatu yang memaksa perutnya untuk berpikir karena kepalanya telah kehabisan akal. Astaga, ia ingin sekali melenyapkan dirinya sendiri di dalam tas adiknya, Taehyung (yang ia yakini belum pernah dicuci selama 3 tahun). Ia mengangkat kepalanya dan mengusap air yang entah sejak kapan menggenangi matanya, sesuatu baru saja menyadarkannya dari kegiatan pasrah nya, yang ia sendiri tak begitu yakin.
“Nuna, kau mendengarku?”
Ah, benar. Satu hal lagi yang membuatnya badmood adalah sekarang ia tersesat bersama bocah ini.
“Ya, Jungkook. Aku mendengarmu.”
Anak lelaki yang berdiri tak kurang 5 langkah dari Wooju itu sekarang mendekat. “Aku sudah mengumpulkan beberapa kayu yang bisa dibakar, sekarang kita bisa buat api unggunnya.”
Wooju mengangguk singkat, lalu membuka tas ransel dari pundaknya dan mencari makanan yang tersisa. Sebenci apapun ia dengan keadaan yang sekarang sedang dialaminya dan bocah ini, ia masih memiliki rasa tahu diri untuk menghargai kerja keras Jungkook, ya walaupun ia tak pernah meminta. Jungkook terlalu baik, as always, tak pernah berubah.
Jungkook menumpuk kayu-kayu itu sampai pondasinya terlihat kokoh dan siap untuk dinyalakan api di atasnya. Kemudian ia mengambil pematik dari kantung jaket dan menyulutkan api ke tumpukan kayu tersebut. Wooju membuka mulutnya untuk bertanya.
“Em, nuna, kau tak keberatan, kan?” Jungkook bertanya seraya menunjukkan benda putih di antara jari tengah dan telunjuknya. Pandangan dan otak Wooju tak bisa menangkap dengan jelas objek yang dipegang Jungkook, maka ia mendekat dan… “Ah, iya tak apa.” Jawabnya dengan senyum tipis.
Jungkook balas tersenyum. “Terima kasih.” Lalu ia menyulutkan api dari pematik nya lagi.
Tentu saja ia membawa pematik untuk merokok, apa lagi yang kau harapkan? Batin Wooju dalam hati.
Wooju menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya sambil menunduk, kebiasaannya jika merasa canggung terlalu lama. Tapi sepertinya hanya ia yang merasakan hal itu karena Jungkook yang di sampingnya duduk santai sambil terus menghisap rokoknya. Bau tembakau memenuhi indra penciuman Wooju, bukan bau yang asing baginya karena di rumah ia sering menciumnya.
“Kau…merokok sekarang?” Tanya Wooju akhirnya kepada tanah yang ia sepak terus menerus dari tadi.
Jungkook sedikit terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Wooju, tapi ia dapat mengendalikan ekspresi nya dengan baik, yang tidak dilihat Wooju tentu saja. Jungkook menghisap rokoknya lama, lalu membuang benda yang baru habis separuh itu di depannya, menginjaknya dengan cepat, seolah benda itu bisa membakar sepatu Nike putih nya jika dibiarkan hidup terlalu lama. Setelah mengembuskan asap pekat dari mulutnya, Jungkook melipat kakinya.
“Iya, sejak dua bulan terakhir.” Jawabnya santai, seolah ia baru menyebutkan lamanya ia tak melakukan masturbasi.
“Aku diajak Taehyung, ngomong-ngomong.” Ucapnya lagi, kali ini diakhiri dengan tawa kecil, tawa khas Jeon Jungkook. Suara tawa yang sangat dirindukan Wooju.
Andai saat itu ia tidak ke promnight.
Andai saat itu ia tak melihat Jungkook dan Minah berciuman.
Andai saat itu ia dan Jungkook tidak putus.
Tidak, mereka tak pernah putus. Hanya Wooju yang menganggap demikian karena mereka tak pernah berhubungan lagi sejak 2 bulan terakhir. Tak ada yang berani memulai percakapan, baik langsung maupun tidak. Wooju merasakan ponselnya tak berguna lagi dan ia ingin membanting benda itu karena rasa frustasi yang menguasai tubuhnya setiap saat. Wooju benci tersesat. Dan ia tak pernah bisa menemukan jalan keluar dari hati bocah Jeon yang lebih muda darinya itu.
Jungkook pun merasakan hal yang serupa. Ia tak bisa melupakan pemandangan Wooju yang menangis di sudut taman sekolah malam itu. Ia sudah melangkahkan kakinya untuk mendekati gadis itu sebelum Naeun menarik tangannya, lalu memberi isyarat. Tak butuh waktu lama bagi Jungkook untuk memahami arti dari gelengan kepala itu, dirinya terlarang untuk Wooju sekarang. Jungkook dijuluki ‘kiper terbaik’ di sekolah karena kepiawaiannya menjaga gawang agar tak bisa dimasuki bola oleh lawan. Tapi menjaga hati gadis di sampingnya, sigh, ia bersumpah tak akan melupakan pukulan Taehyung yang mendarat di pipinya karena telah membuat kakak kesayangannya patah hati.
“Jangan sampai orang-orang di sekolah tahu,” Wooju mulai mengangkat kepalanya dan melihat Jungkook di sebelahnya.
Jungkook menangkap arah mata Wooju dan mengatupkan mulutnya yang tadi tertawa, sebuah senyuman kini terpatri di wajah tampannya. Karena pengaruh api unggun atau Wooju benar-benar melihat rona merah di pipi pemuda ini, membuat pipinya ikut memanas.
“…bagaimana kabarmu, nuna?” Tanya Jungkook sambil membolak-balik pematik di tangannya.
Wooju menangkap adanya rasa rindu di balik kalimat yang ia dengar barusan, dan itu membuat tubuhnya menghangat. “As good as you, Jungkook.”
“Glad to heard that.”
Wooju mengangguk lagi dan keheningan kembali terjadi.
“Nuna….”
“Ya?”
Jungkook menelan ludah. “Kejadian 2 bulan lalu...aku hanya menghibur Minah sunbae, ia sedang patah hati, kebetulan saat itu ia mabuk.”
“Dengan memeluk pinggangnya?”
Wooju kembali menyandarkan tubuhnya ke batang pohon di belakangnya. Menatap api unggun yang memercikkan api kecil di sekitarnya, menunggu Jungkook melanjutkan ucapannya.
“Saat itu aku memang sedikit minum...hanya sedikit, oke?”
“Dan efeknya pada dirimu...”
“Baiklah, nuna, aku akan menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan, dan, jangan dipotong.”
Wooju memasukkan kedua tangannya ke kantung jaket dan meluruskan kakinya. Matanya tetap lurus menatap api unggun, dengan kepala yang sedikit mendongak, gaya yang sama persis saat anggota basket yang lain menjelaskan alasan keterlambatan mereka.
^^^
“Kau pacar Wooju, bukan?”
Jungkook tergelak dan hampir tersedak jus jeruknya karena kehadiran sosok Minah di sampingnya. “Yes, I am. Ada apa, sunbae?”
Minah tersenyum miring dan menarik tangan Jungkook menjauh dari kerumunan orang-orang. “Ikut aku, kid.”
Jungkook yang masih bingung dengan ajakan Minah yang tiba-tiba, hanya mengikutinya dengan langkah yang tertatih-tatih. Hei, saat ini ia sedang dehidrasi karena menyanyikan 2 lagu pembuka dan dia butuh minum. Tapi ia tak bisa menolak ajakan gadis yang dulu pernah menjadi ketua OSIS di sekolahnya.
“Ada apa, sunbae?”
“Chan-y, hik.”
Jungkook mengerutkan keningnya. Suara dentuman musik masih terdengar, dan itu membuat pendengarannya terbatas. “Sorry, what was tha-“
Minah menarik pundak Jungkook lalu berjinjit, mengecup...dagunya.
“We’re broke up, kid. Aku dan si bangsat Chanyeol. Jangan beritahu siapapun.”
Bau alkohol sedikit memenuhi indra penciuman Jungkook dan itu membuat pikirannya sedikit kacau. Ia kenal Chanyeol, seniornya di klub sepak bola, tapi hubungannya dengan lelaki itu tak bisa dibilang dekat. Kenapa Minah menceritakan hal ini padanya?
“Kenapa diam saja? Kau tak mau menghiburku, atau...ah, aku tahu.”
Minah mengeluarkan sekaleng bir dari tas selempangnya dan membukanya tepat di depan mulut Jungkook. “Minum ini agar pikiranmu terbuka.”
“S-sunbae, aku tidak-”
“DIAM DAN MINUMLAH”
Glek. “Ba-baiklah.”
Seteguk, dua teguk, dan tiga teguk. Jungkook menarik kaleng itu dari mulutnya dan langsung memberikan pada Minah yang sedang tersenyum puas. “Feels great?”
Jungkook mengangguk takut. Apa ketika mabuk setiap orang akan mengeluarkan sisi yang berlawanan dari biasanya? Ok, sebentar lagi Jungkook alter-ego akan muncul, dan itu membuat Jungkook asli merinding ngeri.
“Kenapa kalian putus, sunbae?”
“Dia selingkuh. Dengan Soyu, kau tahu? Aku bertaruh, hik, hanya kau yang belum pernah menidurinya.”
Soyu? Jihyun sunbae? Berarti dia yang selalu jadi buah bibir karena sering tertangkap basah berkeliaran di hotel dengan om-om? Terima kasih atas gosipmu setiap pagi, Jinyoung.
“Wooju sangat beruntung bisa memilikimu. Uh, andai aku pandai olahrag-”
“Sunbae!”
Jungkook memegang pinggang Minah, gadis ini sudah mulai oleng. “Ayo kita pulang.”
“Ke rumahmu?” tanya Minah dengan nada seduktif yang terselip di dalamnya.
Astaga, Jungkook sama sekali tak menduga bahwa sosok manis ini akan sedikit liar jika mabuk. “Err, memangnya rumahmu di mana?”
“Apa aku bisa bertemu denganmu jika ke rumah Wooju setiap hari?”
Ah, benar. Wooju dan gadis ini kan tetanggaan. Mereka sering pulang bareng.
“Aku akan mengantarmu pulang, dan, terima kasih minumannya.” Ucap Jungkook seraya melingkarkan lengan Minah di pundaknya, yang membuatnya harus menunduk.
Dan Minah memanfaatkan kesempatan itu untuk mengecup Jungkook, kali ini tepat di bibirnya.
^^^
“Kau terlalu baik, Kookie.” Ujar Wooju singkat.
Jungkook menggaruk kepalanya salah tingkah. “Aku tak tahu kau melihat kami berdua saat itu, nuna. Maafkan aku.”
Wooju tersenyum tipis, ia memang sering menceritakan tentang Jungkook pada Minah. Segalanya tentang pemuda itu. Minah sudah ia anggap seperti kakak sendiri, maka dari itu ia tak bisa menahan rahasianya lagi pada gadis itu. Tapi semua itu terjadi saat promnight, pesta kelulusan siswa tingkat akhir, dan tentu saja Minah tak kembali lagi ke sekolah setelah saat itu, yang artinya ia tak tahu bahwa di antara Wooju dan Jungkook terjadi konflik. Wooju mengusap keningnya, sedikit merasa bersalah karena mengacuhkan Minah. Ah, tapi dia juga salah saat itu, ya, memang dia mabuk, sih, siapa suruh dia pacaran dengan playboy brengsek seperti Chanyeol?
“Dan kau merokok setelah itu?” tanya Wooju di sela senyuman bodohnya.
Jungkook menaikkan satu alisnya. “Moodbooster terbaru. Hanya ku lakukan kalau tidak di sekolah.”
Lalu Wooju tertawa, sangat keras.
Jungkook yang melihat itu ikut tersenyum. Ia berhasil membuat gadis ini tertawa lagi. Secara langsung. Perasaan hangat terus mengalir secara perlahan dari kepala hingga ke kakinya. Ia jatuh cinta pada gadis ini, untuk yang kedua kalinya.
“Kenapa melihatku begitu? Apa aku masih seperti Hulk saat tertawa?” ucap Wooju sambil mengusap air di sudut matanya. Tapi kalimat yang barusan diucapkannya malah membuatnya tertawa lagi.
“Hulk tak pernah tertawa, kid. Leluconmu payah sekali.”
Astaga, kenapa kenangan-kenangannya bersama Jungkook dulu tiba-tiba muncul kembali? Parah. Ini sangat parah. Jungkook bisa menganggap Wooju gadis murahan yang hanya mengharap cintanya.
Tapi Jungkook hanya diam. Sekarang tatapannya yang terkunci pada api unggun di depannya. Setiap gemericik apinya seolah sedang mengajaknya bicara.
Ups. Wooju menutup mulutnya. Padahal baru berapa menit ia bersama pemuda ini, tapi sifat aslinya sudah keluar, seperti mereka pacara-
“Jika aku memintamu kembali padaku. Apa kau mau?”
“H-hah?”
“Aku belum bisa menghilangkan bayang-bayangmu dari benakku, nuna. Dan tak akan pernah bisa.” Ucap Jungkook seperti air yang mengalir, tapi tatapannya masih tertuju pada api unggun.
“Psh. Kinda cheesy.” Lanjut Jungkook lagi, kali ini eye smile nya menatap tepat di mata Wooju.
Wooju menggigit bibirnya.
“A-aku...Bagaimana jika aku jawab ‘iya’?”
.
.
.
.
.
“Stop flirting, you both!”
Wooju menyipitkan matanya karena sinar senter yang mengenai kedua matanya. “Singkirkan itu, Kihyun!”
Pemuda yang bernama Kihyun itu semakin memutar-mutar senternya yang membuat Wooju segera bangkit, diikuti Jungkook.
Kalau saja Kihyun bukan anggota klub basket, Wooju tak akan mengambil senter anak itu dan memukulnya tepat di tempurung kepalanya. “Ouch! Hentikan itu, tante garang! Kau melukai kepala anak dari Won Bin!”
“Bukan urusanku,” ujar Wooju datar lalu menghentakkan senter itu tepat di depan dada Kihyun.
“Harusnya kau berterima kasih padaku, dan instruktur Choi yang menyadari kehilangan kalian berdua, bukannya menganiaya!”
“Ew, santai, dude. Pilihan katamu terlalu kejam.” Ucap Jungkook sambil membersihkan celananya yang kotor karena tanah.
Kihyun mengangkat bahunya. “Cepat bereskan ini semua dan segeralah kembali. Ini hampir pukul 8. Instruktur Choi akan mematahkan leherku kalau kita terlalu lambat.”
“Oke.” Jawab Jungkook cepat lalu menyiram api unggun nya dengan air minumnya.
Kihyun berjalan duluan (karena ia yang memiliki senter dan tidak buta arah) lalu diikuti Jungkook di belakangnya.
“Nuna, ayo.”
Wooju melihat Jungkook yang menoleh ke arahnya dan menyambut dengan baik uluran tangan pemuda itu lalu mereka berdua tersenyum.
[FIN]
Title : Campfire // Staring : Wooju & Jungkook // Author : rainydanah // Genre : Romance with a little bit (mature) comedy // Rated : PG-15 // Words : 2k+
“Wooju benci tersesat.”
.
.
.
.
Sial!
Wooju tak bisa lagi menahan umpatan kesalnya. Ini sudah keempat kalinya ia tersandung dan hampir mencium tanah. Langit semakin gelap dan itu membuat pandangannya mulai tak luas lagi. Ponselnya sudah mati setengah jam yang lalu, sehingga benda itu tak bisa membantu untuk saat ini. Ia mengutuk dirinya sendiri dengan menggigit bibir, seharusnya ia mendengar saran Naeun untuk membawa senter karena tidak ada yang tahu pukul berapa kegiatan –memuakkan– dari sekolah ini akan selesai. Wooju mengetuk-ngetuk keningnya, berusaha mengingatkan dirinya sendiri untuk mengubah kebiasaannya yang menganggap sepele hal-hal kecil. Tapi bukan hanya itu yang membuat Wooju duduk bersandar di batang pohon dan mulai menenggelamkan wajahnya di lutut. Tak peduli dengan ancaman hewan liar yang bisa datang kapan saja. Ia telah memutari tempat yang sama berkali-kali, dan belum menemukan jalan keluar.
Ia benci tersesat.
Belum pernah ia merasa se-putus asa ini. Wooju adalah gadis yang kuat, semua orang tahu itu, makanya ia dipilih sebagai ketua klub basket putri di sekolahnya. Sikap leadership telah ia miliki secara natural, karena kedudukannya sebagai anak sulung di rumah. Wooju tahu cara efektif untuk menghibur para anggotanya yang drop karena kalah saat turnamen antar sekolah, dan itu membuatnya disegani, bukan hanya dari kalangan murid, tapi juga guru. Intinya, Wooju adalah gadis yang kuat, plus sikap keras kepalanya.
Tapi kali ini rasa mual mulai memenuhi perutnya. Rasanya seperti ada sesuatu yang memaksa perutnya untuk berpikir karena kepalanya telah kehabisan akal. Astaga, ia ingin sekali melenyapkan dirinya sendiri di dalam tas adiknya, Taehyung (yang ia yakini belum pernah dicuci selama 3 tahun). Ia mengangkat kepalanya dan mengusap air yang entah sejak kapan menggenangi matanya, sesuatu baru saja menyadarkannya dari kegiatan pasrah nya, yang ia sendiri tak begitu yakin.
“Nuna, kau mendengarku?”
Ah, benar. Satu hal lagi yang membuatnya badmood adalah sekarang ia tersesat bersama bocah ini.
“Ya, Jungkook. Aku mendengarmu.”
Anak lelaki yang berdiri tak kurang 5 langkah dari Wooju itu sekarang mendekat. “Aku sudah mengumpulkan beberapa kayu yang bisa dibakar, sekarang kita bisa buat api unggunnya.”
Wooju mengangguk singkat, lalu membuka tas ransel dari pundaknya dan mencari makanan yang tersisa. Sebenci apapun ia dengan keadaan yang sekarang sedang dialaminya dan bocah ini, ia masih memiliki rasa tahu diri untuk menghargai kerja keras Jungkook, ya walaupun ia tak pernah meminta. Jungkook terlalu baik, as always, tak pernah berubah.
Jungkook menumpuk kayu-kayu itu sampai pondasinya terlihat kokoh dan siap untuk dinyalakan api di atasnya. Kemudian ia mengambil pematik dari kantung jaket dan menyulutkan api ke tumpukan kayu tersebut. Wooju membuka mulutnya untuk bertanya.
“Em, nuna, kau tak keberatan, kan?” Jungkook bertanya seraya menunjukkan benda putih di antara jari tengah dan telunjuknya. Pandangan dan otak Wooju tak bisa menangkap dengan jelas objek yang dipegang Jungkook, maka ia mendekat dan… “Ah, iya tak apa.” Jawabnya dengan senyum tipis.
Jungkook balas tersenyum. “Terima kasih.” Lalu ia menyulutkan api dari pematik nya lagi.
Tentu saja ia membawa pematik untuk merokok, apa lagi yang kau harapkan? Batin Wooju dalam hati.
Wooju menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya sambil menunduk, kebiasaannya jika merasa canggung terlalu lama. Tapi sepertinya hanya ia yang merasakan hal itu karena Jungkook yang di sampingnya duduk santai sambil terus menghisap rokoknya. Bau tembakau memenuhi indra penciuman Wooju, bukan bau yang asing baginya karena di rumah ia sering menciumnya.
“Kau…merokok sekarang?” Tanya Wooju akhirnya kepada tanah yang ia sepak terus menerus dari tadi.
Jungkook sedikit terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Wooju, tapi ia dapat mengendalikan ekspresi nya dengan baik, yang tidak dilihat Wooju tentu saja. Jungkook menghisap rokoknya lama, lalu membuang benda yang baru habis separuh itu di depannya, menginjaknya dengan cepat, seolah benda itu bisa membakar sepatu Nike putih nya jika dibiarkan hidup terlalu lama. Setelah mengembuskan asap pekat dari mulutnya, Jungkook melipat kakinya.
“Iya, sejak dua bulan terakhir.” Jawabnya santai, seolah ia baru menyebutkan lamanya ia tak melakukan masturbasi.
“Aku diajak Taehyung, ngomong-ngomong.” Ucapnya lagi, kali ini diakhiri dengan tawa kecil, tawa khas Jeon Jungkook. Suara tawa yang sangat dirindukan Wooju.
Andai saat itu ia tidak ke promnight.
Andai saat itu ia tak melihat Jungkook dan Minah berciuman.
Andai saat itu ia dan Jungkook tidak putus.
Tidak, mereka tak pernah putus. Hanya Wooju yang menganggap demikian karena mereka tak pernah berhubungan lagi sejak 2 bulan terakhir. Tak ada yang berani memulai percakapan, baik langsung maupun tidak. Wooju merasakan ponselnya tak berguna lagi dan ia ingin membanting benda itu karena rasa frustasi yang menguasai tubuhnya setiap saat. Wooju benci tersesat. Dan ia tak pernah bisa menemukan jalan keluar dari hati bocah Jeon yang lebih muda darinya itu.
Jungkook pun merasakan hal yang serupa. Ia tak bisa melupakan pemandangan Wooju yang menangis di sudut taman sekolah malam itu. Ia sudah melangkahkan kakinya untuk mendekati gadis itu sebelum Naeun menarik tangannya, lalu memberi isyarat. Tak butuh waktu lama bagi Jungkook untuk memahami arti dari gelengan kepala itu, dirinya terlarang untuk Wooju sekarang. Jungkook dijuluki ‘kiper terbaik’ di sekolah karena kepiawaiannya menjaga gawang agar tak bisa dimasuki bola oleh lawan. Tapi menjaga hati gadis di sampingnya, sigh, ia bersumpah tak akan melupakan pukulan Taehyung yang mendarat di pipinya karena telah membuat kakak kesayangannya patah hati.
“Jangan sampai orang-orang di sekolah tahu,” Wooju mulai mengangkat kepalanya dan melihat Jungkook di sebelahnya.
Jungkook menangkap arah mata Wooju dan mengatupkan mulutnya yang tadi tertawa, sebuah senyuman kini terpatri di wajah tampannya. Karena pengaruh api unggun atau Wooju benar-benar melihat rona merah di pipi pemuda ini, membuat pipinya ikut memanas.
“…bagaimana kabarmu, nuna?” Tanya Jungkook sambil membolak-balik pematik di tangannya.
Wooju menangkap adanya rasa rindu di balik kalimat yang ia dengar barusan, dan itu membuat tubuhnya menghangat. “As good as you, Jungkook.”
“Glad to heard that.”
Wooju mengangguk lagi dan keheningan kembali terjadi.
“Nuna….”
“Ya?”
Jungkook menelan ludah. “Kejadian 2 bulan lalu...aku hanya menghibur Minah sunbae, ia sedang patah hati, kebetulan saat itu ia mabuk.”
“Dengan memeluk pinggangnya?”
Wooju kembali menyandarkan tubuhnya ke batang pohon di belakangnya. Menatap api unggun yang memercikkan api kecil di sekitarnya, menunggu Jungkook melanjutkan ucapannya.
“Saat itu aku memang sedikit minum...hanya sedikit, oke?”
“Dan efeknya pada dirimu...”
“Baiklah, nuna, aku akan menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan, dan, jangan dipotong.”
Wooju memasukkan kedua tangannya ke kantung jaket dan meluruskan kakinya. Matanya tetap lurus menatap api unggun, dengan kepala yang sedikit mendongak, gaya yang sama persis saat anggota basket yang lain menjelaskan alasan keterlambatan mereka.
^^^
“Kau pacar Wooju, bukan?”
Jungkook tergelak dan hampir tersedak jus jeruknya karena kehadiran sosok Minah di sampingnya. “Yes, I am. Ada apa, sunbae?”
Minah tersenyum miring dan menarik tangan Jungkook menjauh dari kerumunan orang-orang. “Ikut aku, kid.”
Jungkook yang masih bingung dengan ajakan Minah yang tiba-tiba, hanya mengikutinya dengan langkah yang tertatih-tatih. Hei, saat ini ia sedang dehidrasi karena menyanyikan 2 lagu pembuka dan dia butuh minum. Tapi ia tak bisa menolak ajakan gadis yang dulu pernah menjadi ketua OSIS di sekolahnya.
“Ada apa, sunbae?”
“Chan-y, hik.”
Jungkook mengerutkan keningnya. Suara dentuman musik masih terdengar, dan itu membuat pendengarannya terbatas. “Sorry, what was tha-“
Minah menarik pundak Jungkook lalu berjinjit, mengecup...dagunya.
“We’re broke up, kid. Aku dan si bangsat Chanyeol. Jangan beritahu siapapun.”
Bau alkohol sedikit memenuhi indra penciuman Jungkook dan itu membuat pikirannya sedikit kacau. Ia kenal Chanyeol, seniornya di klub sepak bola, tapi hubungannya dengan lelaki itu tak bisa dibilang dekat. Kenapa Minah menceritakan hal ini padanya?
“Kenapa diam saja? Kau tak mau menghiburku, atau...ah, aku tahu.”
Minah mengeluarkan sekaleng bir dari tas selempangnya dan membukanya tepat di depan mulut Jungkook. “Minum ini agar pikiranmu terbuka.”
“S-sunbae, aku tidak-”
“DIAM DAN MINUMLAH”
Glek. “Ba-baiklah.”
Seteguk, dua teguk, dan tiga teguk. Jungkook menarik kaleng itu dari mulutnya dan langsung memberikan pada Minah yang sedang tersenyum puas. “Feels great?”
Jungkook mengangguk takut. Apa ketika mabuk setiap orang akan mengeluarkan sisi yang berlawanan dari biasanya? Ok, sebentar lagi Jungkook alter-ego akan muncul, dan itu membuat Jungkook asli merinding ngeri.
“Kenapa kalian putus, sunbae?”
“Dia selingkuh. Dengan Soyu, kau tahu? Aku bertaruh, hik, hanya kau yang belum pernah menidurinya.”
Soyu? Jihyun sunbae? Berarti dia yang selalu jadi buah bibir karena sering tertangkap basah berkeliaran di hotel dengan om-om? Terima kasih atas gosipmu setiap pagi, Jinyoung.
“Wooju sangat beruntung bisa memilikimu. Uh, andai aku pandai olahrag-”
“Sunbae!”
Jungkook memegang pinggang Minah, gadis ini sudah mulai oleng. “Ayo kita pulang.”
“Ke rumahmu?” tanya Minah dengan nada seduktif yang terselip di dalamnya.
Astaga, Jungkook sama sekali tak menduga bahwa sosok manis ini akan sedikit liar jika mabuk. “Err, memangnya rumahmu di mana?”
“Apa aku bisa bertemu denganmu jika ke rumah Wooju setiap hari?”
Ah, benar. Wooju dan gadis ini kan tetanggaan. Mereka sering pulang bareng.
“Aku akan mengantarmu pulang, dan, terima kasih minumannya.” Ucap Jungkook seraya melingkarkan lengan Minah di pundaknya, yang membuatnya harus menunduk.
Dan Minah memanfaatkan kesempatan itu untuk mengecup Jungkook, kali ini tepat di bibirnya.
^^^
“Kau terlalu baik, Kookie.” Ujar Wooju singkat.
Jungkook menggaruk kepalanya salah tingkah. “Aku tak tahu kau melihat kami berdua saat itu, nuna. Maafkan aku.”
Wooju tersenyum tipis, ia memang sering menceritakan tentang Jungkook pada Minah. Segalanya tentang pemuda itu. Minah sudah ia anggap seperti kakak sendiri, maka dari itu ia tak bisa menahan rahasianya lagi pada gadis itu. Tapi semua itu terjadi saat promnight, pesta kelulusan siswa tingkat akhir, dan tentu saja Minah tak kembali lagi ke sekolah setelah saat itu, yang artinya ia tak tahu bahwa di antara Wooju dan Jungkook terjadi konflik. Wooju mengusap keningnya, sedikit merasa bersalah karena mengacuhkan Minah. Ah, tapi dia juga salah saat itu, ya, memang dia mabuk, sih, siapa suruh dia pacaran dengan playboy brengsek seperti Chanyeol?
“Dan kau merokok setelah itu?” tanya Wooju di sela senyuman bodohnya.
Jungkook menaikkan satu alisnya. “Moodbooster terbaru. Hanya ku lakukan kalau tidak di sekolah.”
Lalu Wooju tertawa, sangat keras.
Jungkook yang melihat itu ikut tersenyum. Ia berhasil membuat gadis ini tertawa lagi. Secara langsung. Perasaan hangat terus mengalir secara perlahan dari kepala hingga ke kakinya. Ia jatuh cinta pada gadis ini, untuk yang kedua kalinya.
“Kenapa melihatku begitu? Apa aku masih seperti Hulk saat tertawa?” ucap Wooju sambil mengusap air di sudut matanya. Tapi kalimat yang barusan diucapkannya malah membuatnya tertawa lagi.
“Hulk tak pernah tertawa, kid. Leluconmu payah sekali.”
Astaga, kenapa kenangan-kenangannya bersama Jungkook dulu tiba-tiba muncul kembali? Parah. Ini sangat parah. Jungkook bisa menganggap Wooju gadis murahan yang hanya mengharap cintanya.
Tapi Jungkook hanya diam. Sekarang tatapannya yang terkunci pada api unggun di depannya. Setiap gemericik apinya seolah sedang mengajaknya bicara.
Ups. Wooju menutup mulutnya. Padahal baru berapa menit ia bersama pemuda ini, tapi sifat aslinya sudah keluar, seperti mereka pacara-
“Jika aku memintamu kembali padaku. Apa kau mau?”
“H-hah?”
“Aku belum bisa menghilangkan bayang-bayangmu dari benakku, nuna. Dan tak akan pernah bisa.” Ucap Jungkook seperti air yang mengalir, tapi tatapannya masih tertuju pada api unggun.
“Psh. Kinda cheesy.” Lanjut Jungkook lagi, kali ini eye smile nya menatap tepat di mata Wooju.
Wooju menggigit bibirnya.
“A-aku...Bagaimana jika aku jawab ‘iya’?”
.
.
.
.
.
“Stop flirting, you both!”
Wooju menyipitkan matanya karena sinar senter yang mengenai kedua matanya. “Singkirkan itu, Kihyun!”
Pemuda yang bernama Kihyun itu semakin memutar-mutar senternya yang membuat Wooju segera bangkit, diikuti Jungkook.
Kalau saja Kihyun bukan anggota klub basket, Wooju tak akan mengambil senter anak itu dan memukulnya tepat di tempurung kepalanya. “Ouch! Hentikan itu, tante garang! Kau melukai kepala anak dari Won Bin!”
“Bukan urusanku,” ujar Wooju datar lalu menghentakkan senter itu tepat di depan dada Kihyun.
“Harusnya kau berterima kasih padaku, dan instruktur Choi yang menyadari kehilangan kalian berdua, bukannya menganiaya!”
“Ew, santai, dude. Pilihan katamu terlalu kejam.” Ucap Jungkook sambil membersihkan celananya yang kotor karena tanah.
Kihyun mengangkat bahunya. “Cepat bereskan ini semua dan segeralah kembali. Ini hampir pukul 8. Instruktur Choi akan mematahkan leherku kalau kita terlalu lambat.”
“Oke.” Jawab Jungkook cepat lalu menyiram api unggun nya dengan air minumnya.
Kihyun berjalan duluan (karena ia yang memiliki senter dan tidak buta arah) lalu diikuti Jungkook di belakangnya.
“Nuna, ayo.”
Wooju melihat Jungkook yang menoleh ke arahnya dan menyambut dengan baik uluran tangan pemuda itu lalu mereka berdua tersenyum.
[FIN]