12-2-12
An Oneshoot fanfiction by Nutrijellu(@kookroachs)
Son Naeun | Kim Taehyung | Bang Minah | Jeon Jungkook | Kim Woojoo | Others
Genre : Comedy – Romance
.
I just owned the story, not the cast.
.
ps; Naeun and Minah as 12th grader ; Taehyung, Jungkook and Woojoo as 11th grader.
.
beware for typo and gajeness thingy.
.
Menyukai seseorang memang suatu hal yang lumrah di kalangan para remaja. Bahkan menyukai seseorang merupakan tanda bila orang itu telah memasuki masa pubertasnya, masa menuju kedewasaannya. Dan hal itu memiliki keterkaitan dengan remaja. Masa remaja tanpa menyukai seseorang tidaklah sempurna.
Dan sama halnya dengan Kim Taehyung. Pemuda dengan rambut coklat itu tampak sedang mengamati sosok gadis berambut lurus yang sedang bersenda gurau dengan kawannya yang berambut cokelat bergelombang itu. Waktu istirahat seperti ini tentu saja menjadi satu satunya kesempatan Taehyung agar bisa melihat sang pujaan hatinya itu.
Son Naeun namanya. Gadis cantik dari kelas 12-2 itu sepertinya telah berhasil membuat seorang Kim Taehyung tergila-gila dengannya. Bahkan Taehyung rela menghabiskan waktunya hanya dengan memandangi sang pujaan hatinya itu.
Memang Taehyung dan Naeun memiliki perbedaan usia 1 tahun, namun peduli apa? Bukankah cinta itu tidak mengenal umur? Setidaknya itulah yang dikatakan pada drama-drama picisan yang sering ditonton oleh ibu Taehyung.
Dan dengan adanya perbedaan tingkatan di antara mereka, membuat Taehyung tidak gampang dalam mendekati seorang Son Naeun. Bila saja Naeun berada dalam tingkatan yang sama dengan Taehyung, mungkin mereka berdua sudah jadian sekarang. Jika Naeun juga menyukai Taehyung.
“Jangan hanya memperhatikannya saja, kapan kau menembaknya?” Sahutan yang terdengar dari sebelah kirinya pun membuat Taehyung sedikit tersentak. Wajah Jeon Jungkook-lah yang terlihat saat Taehyung menolehkan kepalanya ke arah kirinya. Ia dapat melihat dengan jelas wajah sahabat karibnya itu yang terlihat menggoda dirinya.
“Kudengar, Kihyun sunbaenim juga menyukai Naeun sunbaenim, loh,” Dan seperti dugaan Taehyung, keberadaan Jungkook di sebelahnya bukanlah sesuatu yang cukup baik. Pemuda Jeon itu kerjaannyahanya menggoda dan mengganggu hidup damainya saja.
“Kau tau kan, Kihyun sunbaenim itu pintar, suaranya merdu dan dia populer dikalangan siswa,” Jungkook menyeringai saat menyadari raut wajah Taehyung yang mulai berubah.“Oh, bukankah Kihyun sunbaenim juga sekelas dengan Naeun sunbaenim? Wah... peluangnya pastilah sangat be—“
“Peluang, kepalamu botak, huh?” Taehyung pada akhirnya yang tidak dapat menahan emosi yang meluap-meluap pun mengeluarkan suaranya. Jungkook yang duduk di sebelahnya malah tertawa terbahak-bahak menanggapi ucapan Taehyung. Membuat Taehyung gemas ingin menyiram wajah Jungkook dengan kuah ramyeon miliknya.
“Ahahaha, kurasa kau harus melihat wajahmu sendiri saat sedang cemburu! Sungguh itu lucu! Ahahaha!” Dan telinga Taehyung semakin panas saat mendengar suara tawa memekakan dari mulut Jungkook. Dan ingatkan Taehyung untuk membawa lakban besok.
“Diam, Jeon. Itu mengganggu hidupku, oke?” Tukas Taehyung dengan wajah datarnya. Jungkook pun perlahan lahan mulai menghentikan tawanya, lagian kasihan juga Taehyung kalau ditertawakan seperti itu. Sudah Taehyung jones, kalau ia tertawakan nanti Taehyung akan terlihat semakin ngenes.
“Lagipula kau kan sudah menyukai Naeun sunbaenim selama satu tahun, kenapa belum berani menyatakannnya langsung?” Tanya Jungkook. Taehyung terdiam. Benar juga apa yang pemuda disebelahnya itu katakan. Sudah berkali kali Taehyung berniat untuk segera menyatakan perasaannya pada Naeun, namun entah mengapa selalu saja tidak jadi. Entah itu dikarenakan timingnya yang belum pas atau memang karena Taehyung yang jarang bertemu dengan Naeun—ingatlah mengenai fakta bila mereka beda tingkatan.
“Kau kira menyatakan perasaan ke seseorang itu semudah meminta izin untuk pergi ke toilet?” Tahyung membalas pertanyaan Jungkook dengan pertanyaan pula. Jungkook mengernyitkan dahinya. Apa hubungannya menyatakan perasaan dengan meminta izin pergi ke toilet? Jungkook menghela nafas. Tak heran bila nilai bahasa Korea Taehyung selalu jelek.
“Lupakan,” Jungkook menyeruput es tehnya sebelum akhirnya melanjutkan kata katanya. “Jadi, kau mau kubantu untuk menyatakan perasaanmu ke Naeun sunbaenim?” Tanya Jungkook. Alis Taehyung terangkat saat mendengar tawaran Jungkook. Masalahnya, jarang sekali kawannya itu mau menawarkan hal-hal baik seperti ini padanya. Dan Taehyung berani jamin Jungkook menginginkan suatu imbalan atas tawarannya itu.
“Apa imbalan yang kau inginkan, huh?” Taehyung menyahut dan memandang tajam ke arah Jungkook. Seperti apa yang telah ia duga, pemuda dengan gigi kelinci itu malah nyengir dengan wajah tak berdosanya.
“Kau tau kan kasetvideo game yang kuceritakan padamu kemarin?” Jungkook menaik turunkan kedua alis matanya. Taehyung hanya bisa memutar matanya kesal. Tentu saja ia paham dengan kodean Jungkook.
“Baiklah. Aku akan membelikanmu kaset sialan itu,” Ujar Taehyung pasrah. Dan itu tentu saja membuat senyuman di wajah Jeon Jungkook semakin melebar.
“Hehe. Baiklah, ini rencanaku,”
-
Dan di sinilah Kim Taehyung. Memandang ke arah jajaran loker kelas 12-2. Di tangannya terdapat sebuat amplop berwarna pink—dan sungguh ia benar-benar merutuki mengapa Jungkook menyuruhkan memakai amplop berwarna pink, mencolok pula.
Ya, sepertinya kalian bisa menebaknya apa yang sedang Taehyung lakukan di sana.
Tadi saat istirahat, Jungkook menjelaskan secara panjang lebar mengenai rencananya pada Taehyung. Rencana yang cukup simple sebenarnya. Taehyung hanya perlu memasukkan surat yang berisikan tentang ajakan untuk bertemu di atap sekolah seusai jam pelajaran ke dalam loker milik Naeun. Dan selanjutnya adalah Taehyung yang harus berlari secepat mungkin agar tiba di atap dan menunggu Naeun datang dengan sebuah bunga mawar di tangannya lalu menembaknya. Bukan menembak dalam artian membawa pistol, oke.
Dan ya, jangan tanya bunga mawar milik siapa yang telah berhasil Taehyung petik dengan asal pada hari itu.
Dan semua itu semakin sempurna ditambah dengan Jungkook yangmempunyai kenalan anak kelas 12 yang kebetulansekelas dengan Naeun juga. Park Jinyoung namanya. Jungkook tadi sudah mengirimkan pesan singkat ke Jinyoung yang menanyakan mengenai nomor loker milik Naeun. Dan untungnya Jinyoung sedang berbaik hati dan segera membalaspesan singkat Jungkook. Setelah mendapatkannya, Jungkook pun segera mengirimkan nomor loker Naeun itu ke Taehyung saat itu juga.
Mungkin bila rencana ini berhasil, tak ada salahnya bila Taehyung mentraktir Jinyoung sunbaenim sebagai tanda terimakasihnya. Bayangkan saja bila tidak ada Jinyoung sunbaenim, bisa bisa Taehyung harus menjadi stalker dulu hanya untuk mencari tau nomor loker milik Naeun.
Salah satu kebodohan Taehyung yang lain adalah dirinya yang baru tau nomor loker Naeun setelah satu tahun menyukai Naeun. Entah dianya yang terlalu bodoh atau mungkin dianya saja yang bukan tipe orang yang stalker pada sang gebetan.
Sekarang sebenarnya bukanlah waktu istirahat. KBM sedang berlangsung dan atas suruhan Jungkook, Taehyung dengan beraninya meminta izin kepada Guru Bahasa Mandarinnya, Wu seonsaengnim untuk pergi ke toilet. Ya, sebenarnya pergi ke toilet hanyalah alibi saja. Nyatanya dia malah nyasar di jejeran loker kelas 12-2 seperti ini.
Melirik kembali layar handphone nya yang menampilkan nomor loker milik Naeun, sebelum akhirnya Taehyung memantapkan langkahnya mendekati deretan loker itu.
12-2-12, itulah yang terlihat di handphone Taehyung.
Menelusuri loker demi loker, sebelum akhirnya Taehyung menemukan loker itu. 12-2-12. Angka yang lumayan cantik menurut Taehyung. Secantik sang pemilik loker—oke. Sepertinya Taehyung mulai sedikit ngelindur.
Taehyung melirik kanan dan kirinya untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang melihatnya. Sebelum akhirnya ia dengan gerakan cepat memasukkan amplop berwarna pink mencolok itu ke dalam loker melalui lubang pipih yang terdapat di sana. Dan Taehyung pun segera berlari saat menyadari degub jantungnya yang benar-benar tak terkendali.
Degub jantungnya benar-benar berdetak sangat cepat bagaikan seorang pembunuh yang akan dieksekusi mati—dan ya, ingat mengenai Taehyung yang tidak pandai dalam membuat kalimat perandaian. Tapi peduli apa dengan itu semua, yang terpenting, tugasnya selesai dan Taehyung tinggal menunggu acara intinya nanti.
Melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya, membuat Taehyung sedikit tersenyum. 1 jam lagi menuju hidup yang lebih berwarna, batin Taehyung dengan senyuman yang mengembang.
-
Taehyung sudah mulai memasukkan semua benda yang ada diatas mejanya. Bel pulang masih berbunyi 5 menit lagi tapi tampaknya Taehyung terlalu bersemangat untuk segera pergi ke atap setelah bel berdering.
“Kau masih bisa mencatat tugas dari Byun seonsaengnim dulu setidaknya,” Jungkook yang ada di sebelahnya itu memprotes. Taehyung melirik Jungkook dan ia pun segera mengeluarkan smartphonenya. Taehyung lalu segera memfoto segala tulisan hangul yang terpampang jelas di papan tulis dengan smartphonenya.
“Masalah selesai,” Balas Taehyung enteng seraya menyimpan kembali smartphonenya di saku celananya sebelum Byun seonsaengnim menyadari apa yang ia perbuat dan berakhir dengan smartphone kesayangannya yang disita oleh guru muda itu. Jungkook yang berada di sebelahnya hanya bisa mencibir.Jungkook berani taruhan, Taehyung tak akan pernah menyalin catatan itu walaupun telah ia foto.
TEEET!!! TEEET!!!
Suara bel pulang berbunyi nyaring itu sukses membangunkan para siswa yang sempat tertidur dan sukses membuat para siswa yang sedang mencatat segera melepaskan pena yang mereka pegang. Saat pulang tentu saja adalah saat yang sangat dinantikan oleh seluruh siswa. Munafik bila ada yang mengatan ia tidak ingin pulang dan lebih betah berada di penjara yang nama sopannya adalah ‘sekolah’ini.
Usai Byun seonsaengnim menutup pelajaran, Taehyung pun segera beranjak dari tempat duduknya dan segera melesat menuju atap sekolah. Jungkook yang ditinggal hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dasar orang lagi kasmaran, Jungkook membatin.
Jungkook mengangkat bahunya dan ia mulai mengeluarkan handphone hitam kesayangannya. Ia menaikkan alis matanya saat ada pemberitahuan pesan masuk. –tidak. Itu bukan pesan dari operator seperti apa yang Jungkook kira. Namun setelah Jungkook buka, ternyata itu adalah pesan dari Jinyoung sunbaenim.
‘Jungkook-ah, sepertinya tadi aku salah tulis. Harusnya nomor loker milik Naeun adalah 12-2-21, bukan 12-2-12.’
Dan langsung saja pemuda kelahiran 1 September itu membulatkan matanya.
“ASTAGA, KIM TAEHYUNG!”
-
Son Naeun segera membereskan buku-buku yang masih berceceran di mejanya. Ia memasukkan satu demi satu buku tersebut dengan perlahan kedalam tasnya. Naeun adalah seorang yang perfeksionis. Walaupun sudah pulang sekolah seperti ini, dia juga harus menata bukunya dengan sebaik mungkin. Menghindari kemungkinan adanya buku yang tertinggal atau apapun itu.
“Oh ayolah, Naeun-ah. Aku lelah menunggumuu~” Terdengar rengekan dari sebelah Naeun. Naeun menoleh. Bang Minah, teman sebangkunya itu ternyata sedang mengerucutkan bibirnya. Sepertinya Minah tengah merajuk. Tapi apa peduli Naeun?
“Iya, Iya. Kalau kau mau, kau bisa duluan. Kau mau ke loker dulu, kan?” Ujar Naeun dengan nada tenang setenang air. Minah mendengus. Padahal hari ini Naeun berjanji akan mengajaknya untuk main ke rumahnya dengan alasan Pamannya, Kim Heechul baru pulang dari China dan membawa beberapa oleh oleh.
Ayolah Minah, demi oleh oleh gratis dari China, setidaknya menunggu Naeun sedikit tak masalah bukan? Minah menghela nafas dan ia mengetukkan ujung sepatunya ke kaki meja, berusaha menghilangkan bosan.
“Sudah. Ayo ke loker!” Naeun pun segera menggaet lengan Minah dan membawa mereka ke area loker kelas 12-2. Minah yang notabenenya memiliki tubuh yang sedikit mungil dari Naeun pun hanya bisa pasrah diseret seperti itu.
Sesampainya di sana, mereka pun segera meletakkan beberapa barang-barang yang tidak mereka butuhkan di rumah ke dalam loker mereka. Seperti buku paket ataupun hal hal pribadi lainnya. Naeun membuka lokernya dan terlihatlah beberapa surat dari penggemarnya terpampang nyata di hadapannya.
“Oh astaga, kadang aku suka berpikir apa yang mereka sukai dari diriku,” Naeun sedikit mengeluh. Ia segera memindahkan surat-surat itu dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya sehingga tak menghalangi Naeun dalam mengambil barangnya. Tak jauh dari tempat Naeun berada, Minah malah terkikik mendengar keluhan Sang sahabat.
“Kau tau? Seharusnya kau bangga, dengan begitu tandanya masih ada yang memperhatikanmu, berbeda dengan diriku yang tidak ada apa-apanya ini, ahahah,” Sahut Minah dengan sedikit candaan di akhir kalimatnya. Ia segera memasukkan kunci lokernya dan memutarnya sebelum akhirnya membuka pintu lokernya.
“Tapi kan kau itu cantik, pintar, dan—“
“ASTAGA! AKU MENDAPATKAN SURAT!”
Ucapan Naeun berhenti saat mendengar teriakan secara tiba-tiba dari Minah. Naeun saja sampai menutup telinganya dengan kedua tangannya saat menyadari betapa dahsyatnya teriakan Minah. Untung saja Naeun tidak punya penyakit jantung, bisa bahaya. Dan baru kali ini Naeun menyesal memiliki sahabatnya yang merupakan salah satu anggota paduan suara di sekolah mereka.
“Astaga, kecilkan suaramu!” Naeun menghela nafas. Ia segera menutup lokernyasetelah meraih headset putih miliknya sebelum akhirnya segera berjalan menuju ke arah Minah yang masih tampak excited di tempatnya.
“Surat apa sih? Surat dari guru Konseling?” Tanya Naeun sedikit menyindir sahabatnya itu. Ya memang Minah itu sedikit bandel, kemarin dia baru saja ditegur oleh guru Konseling mereka, Choi seonsaengnim karena Minah yang memakai sepatu merah—jangan tanya kenapa Minah bisa senekat itu memakai sepatu berwarna mencolok seperti itu.
“Aish! Bukan dari guru Konseling itu! Lihatlah! Ini surat cinta! Warnanya saja pink!” Binar di mata Minah tampaknya masih belum menghilang. Minah melambai-lambaikan amplop surat yang seperti yang ia bilang, berwarna pink mencolok. Minah pun segera membuka amplop itu dengan semangat yang menggebu-gebu.
“Halo, sunbaenim. Aku adalah satu dari beratus-ratus penggemarmu. Aku menunggumu di atap sekolah, sepulang sekolah hari ini. Ku harap kau tidak pulang dulu. Salam,your secret admirer.”
Minah membacakan kata demi kata yang tertulis di surat tersebut dengan suara cukup keras. Bohong bila Minah tidak tersipu setelah mebaca surat tersebut. Ini adalah kali pertama seorang Bang Minah mendapatkan ajakan seperti itu.
“Aaahhh! Aku harus segera ke atap sekolaah! Naeun-ah, kau tunggu aku di depan pagar ya! Aku tidak akan lama!” Seru Minah dengan suara yang melengking nyaring. Minah segera menutup kembali lokernya dan tidak lupa menguncinya sebelum berancang-ancang untuk segera berlari menuju atap sekolah.
“Jangan terburu-buru, bagaimana bila dia adalah seorang pembunuh?” Tanya Naeun sedikit menggoda Minah. Minah kembali cemberut mendengar perkataan Naeun. Apa apaan anak itu, bukannya menyemangati, malah menakut-nakuti.
“Ah! Optimis dong! Sudahlah, aku mau ke atap dulu, daah!” Ujar Minah dengan senyuman lebarnya. Detik selanjutnya, ia segera melesat menuju arah yang berlawanan, menuju atap sekolah.
“Ya! Kudoakan kau tidak bertemu dengan pembunuh bayaran!”
-
“Gila, Jinyoung-sunbaenim benar-benar parah,” Jungkook menggumam. Kini yang ia lakukan adalah berjalan dengan tergesa-gesa ke atap sekolah. Kenapa ia tidak mengirimi Taehyung pesan singkat saja? Jawabannya adalah handphonenya yang tiba-tiba mati saat Jungkook akan mengirim pesan tersebut. Entah ada apa yang salah dengan handphonenya itu. Padahal baterenya belum masih tersisa 50%.
“Apa sunbae itu tak tau bila salah tulis saja dalam misi ini bisa berakibat fatal? Astaga aku benar-benar tidak tau apa yang akan Taehyung lakukan setelah dia mengetahui tentang hal ini,” Jungkook kembali bermonolog seraya mempercepat langkahnya menuju atap.
“Kau... Jeon Jungkook kan?”
Langkah Jungkook terhenti tiba-tiba saat merasa ada suara yang memanggil namanya. Ia menoleh dan mendapati seorang gadis cantik dengan rambut hitam arangnya berdiri dengan membawa setumpuk buku.
Sesuai dengan naluri laki-lakinya, Jungkook pun segera membantu sang gadis membawa 5 tumpuk buku setebal 2 sentimeter tersebut. Lagipula gadis itu terlihat kesusahan dengan buku yang pastinya sangat mengganggu pandangan matanya itu.
“Uh, makasih, Jungkook,” Suara gadis itu terlihat kecil dan malu-malu. Jungkook memberikan senyuman manisnya ke arah gadis itu. Jungkook pernah melihat gadis ini. Bila tidak salah dia adalah ketua kelas 11-1.
“Tak masalah, jadi ada apa?” Tanya Jungkook to the point. Gadis ber nametag ‘Kim Woojoo’ itu terlihat menunduk sedikit, entah untuk apa sebelum akhirnya ia memberanikan diri untuk menatap ke arah Jungkook.
“Aku... mau minta tolong padamu untuk meletakan buku-buku ini ke perpustakaan, tapi kalau aku mengganggumu, sepertinya tidak usah, deh,” Ujar Woojoo dengan rona merah di pipinya. Melihat tingkah lucu dari Woojoo, tak urung membuat seorang Jeon Jungkook kembali menggulum senyumannya.
“Tidak, kau tidak menggangguku kok, lagi pula ini sudah jam pulang kan? Aku free,” Balas Jungkook. Woojoo kembali menundukkan wajahnya, sepertinya gadis itu adalah tipe gadis yang pemalu. Dan sayangnya, Jungkook suka orang yang pemalu seperti ini.
“Ta-Tapi aku melihatmu terburu-buru—“
‘Tidak kok, tadi aku hanya bermain kejar-kejaran. Jangan dipikirkan, ayo ke perpustakaan, tanganku mulai lelah,” Jungkook segera memotong kata-kata Woojoo dan ia mulai berjalan menuju perpustakaan dengan 3 tumpuk buku yang ia bawa.
“Ah, terimakasih, Jungkook-ah,” Woojoo kembali berujar dengan intonasi malu-malu kucing miliknya. Gadis berambut sepunggung itu kemudian segera menyejajarkan langkah kakinya dengan langkah lebar milik Jungkook.
Dan sepertinya Jungkook melupakan alasan mengapa ia berlarian di koridor seperti orang kesetanan seperti tadi.
-
Bang Minah sedikit terengah-engah. Pintu menuju atap sudah di depan matanya. Minah berhenti sejenak untuk menetralkan nafasnya yang masih ngos-ngosan itu. Tak lupa Minah juga merapikan penampilannya yang sedikit acak-acakan akibat berlarian di koridor tadi.
Membuka pintu usang itu dengan sekali dorongan sebelum akhirnya Minah melangkah memasuki area atap sekolah tersebut. Kosong, itulah yang Minah simpulkan. Minah melangkah lebih jauh namun ia masih tak melihat adanya tanda-tanda keberadaan makhluk hidup di sana.
“Halo?” Minah berusaha menyapa. Namun nihil. Tak ada seorang pun yang membalas sapaannya. Entah mengapa kini Minah sedikit merasa ketakutan. Dan sialnya, ucapan Naeun tentang pembunuh bayaran itu kembali terputar di pikirannya.
Mungkinkah benar apa kata Naeun? Dia adalah pembunuh Bayaran? Ah sialan. Minah membatin. Keringat dingin mulai membanjiri wajah cantik Minah. Minah pun pada akhirnya memilih untuk membalikkan badannya dan belum sempat dia membalikkan badannya, sebuah suara menginterupsinya.
“Sunbaenim,”
Suara itu berasal dari arah belakangnya. Minah pun pada akhirnya membalikkan badannya, walaupun bayangan tentang pembunuh bayaran itu masih berkeliaran di pikirannya.Namun lupakan mengenai pembunuh bayaran. Yang ada di hadapan Minah saat ini bukanlah seorang dengan jas dan topi yang menutupi wajahnya dengan sebuah pisau tertuju padanya, melainkan seorang pemuda dengan seragam yang sama dengannya dan membawa sebuah bunga mawar.
Dan jangan bangunkan Minah bila ini hanyalah sebuah mimpi.
“Ya, kau siapa?!”
Berbeda dengan semua khayalan Minah, pemuda di hadapannya kini malah berteriak kencang seraya menunjuk ke arahnya. Hal tersebut tentu saja membuat Minah yang awalnya ingin meneteskan air mata haru pun menjadi terbatalkan. Minah kini memandang tajam ke arah pemuda yang tampaknya adalah adik kelasnya—tentu saja, terbukti dengan pemuda itu yang memanggilnya ‘sunbaenim’.
“Seharusnya aku yang bertanya ‘kau siapa’! Bukankah kau yang menyuruhku untuk kesini?” Balas Minah dengan suara melengkingnya itu. Pemuda di hadapannya itu mengernyitkan keningnya.
“Tolong, yang kusuruh untuk ke atap adalah Naeun sunbaenim, bukan dirimu!” Balas pemuda di hadapannya itu dengan suara beratnya. Minah memincingkan matanya. Kenapa jadi Naeun?
“Bagaimana bisa Naeun, huh? Padahal aku melihat surat itu berada di lokerku! Apa kau salah memasukkan surat, hah?” Tanya Minah yang kini mulai tersulut emosi. Pemuda di hadapannya itu menaikkan alisnya. Pemuda bername tag ‘Kim Taehyung’ itu maju beberapa langkah ke arah Minah.
“Jangan bercanda. Mana mungkin aku salah memasukkannya? Nomor loker Son Naeun sunbaenim adalah 12-2-12, kan? Mana mungkin aku salah memasukkannya!” Dan tampaknya pemuda di hadapannya itu masih saja mempertahankan egonya. Minah menghela nafas. Yang benar saja. Kira-kira apa reaksi pemuda itu selanjutnya bila tau dirinya sudah salah?
“Jangan bercanda. Nomor loker Son Naeun adalah 12-2-21. Nomor lokerku, Bang Minah barulah12-2-21. Jadi, kau jangan sok tau, dasar hoobae kurang ajar,” Minah memberanikan untuk ikut melangkah beberapa lebih dekat dengan adik kelas gilanya itu. Tangannya mengepal, merasa gemas untuk menampar wajah ganteng pemuda Kim tersebut.
Eh apa? Ganteng? Mungkin Minah mulai meracau.
“Ouh,” Minah mengerucutkan bibirnya. Alisnya bertaut. Hanya itu?Batinnya. Hoobae di depannya ini benar-benar! Yang benar saja, apa hanya begitu saja reaksinya? Dan apa-apaan raut mukanya itu? Minta di lempar sepatu?
“Sialan! Setidaknya kau meminta maaf padaku atau apapun itu, astaga!” Minah berteriak di depan muka Taehyung. Taehyung yang ada di hadapannya itu malah tersenyum. Taehyung mulai berjalan mendekati sunbae yang lebih pendek darinya itu.
“Aku. Minta. Maaf. Kau puas, sunbae?” Taehyung kembali berjalan semakin dekat ke arah Minah sehingga jarak keduanya hanya berkisar 7 sentimeter saja. Dari jarak sedekat ini, Minah dapat melihat wajah Taehyung dengan jelas. Dan entah mengapa, pandangan Minah terfokus pada garis rahang tegas milik Taehyung itu.
Kim Taehyung kini memandang wajah sunbae pendeknya itu dengan pandangan yang tidak dapat didefinisikan. Mata indah seukuran buah ceri, hidung mancung yang mungil, dua buah pipi yang terlihat menggemaskan dan bibir semerah darah yang terlihat menggoda. Taehyung mengedipkan matanya dua kali. Astaga, apa yang ia pikirkan?
“Kau tau, sunbae? Sebenarnya aku tidak benar-benar menyesal karena telah salah memasukkan surat ke dalam lokermu,” Taehyung berujar dengan senyuman khasnya. Dan saat itu juga Minah lupa bagaimana cara untuk bernafas. Senyuman indah pemuda itu bagaikan menghipnotis Minah.
“Kurasa,” Taehyun kembali mendekatkan dirinya dengan sunbaenya itu. “Aku malah jatuh cintah dengan gadis bernama Bang Minah ini,” Ujar Taehyung final. Dan Minah bagaikan melayang saat pemuda kurang ajar di depannya ini berani menghapus jarak antara mereka sebelum akhirnya mencium bibirnya secara lembut.
Persetan dengan Taehyung yang notabenenya adalah orang asing bagi Minah. Dan persetan dengan surat cinta Taehyung yang seharusnya diperuntukkan kepada Son Naeun. Sepertinya mereka berdua kini mengakui bila ‘jatuh cinta di pandangan pertama’ benar adanya.
-END-
Son Naeun | Kim Taehyung | Bang Minah | Jeon Jungkook | Kim Woojoo | Others
Genre : Comedy – Romance
.
I just owned the story, not the cast.
.
ps; Naeun and Minah as 12th grader ; Taehyung, Jungkook and Woojoo as 11th grader.
.
beware for typo and gajeness thingy.
.
Menyukai seseorang memang suatu hal yang lumrah di kalangan para remaja. Bahkan menyukai seseorang merupakan tanda bila orang itu telah memasuki masa pubertasnya, masa menuju kedewasaannya. Dan hal itu memiliki keterkaitan dengan remaja. Masa remaja tanpa menyukai seseorang tidaklah sempurna.
Dan sama halnya dengan Kim Taehyung. Pemuda dengan rambut coklat itu tampak sedang mengamati sosok gadis berambut lurus yang sedang bersenda gurau dengan kawannya yang berambut cokelat bergelombang itu. Waktu istirahat seperti ini tentu saja menjadi satu satunya kesempatan Taehyung agar bisa melihat sang pujaan hatinya itu.
Son Naeun namanya. Gadis cantik dari kelas 12-2 itu sepertinya telah berhasil membuat seorang Kim Taehyung tergila-gila dengannya. Bahkan Taehyung rela menghabiskan waktunya hanya dengan memandangi sang pujaan hatinya itu.
Memang Taehyung dan Naeun memiliki perbedaan usia 1 tahun, namun peduli apa? Bukankah cinta itu tidak mengenal umur? Setidaknya itulah yang dikatakan pada drama-drama picisan yang sering ditonton oleh ibu Taehyung.
Dan dengan adanya perbedaan tingkatan di antara mereka, membuat Taehyung tidak gampang dalam mendekati seorang Son Naeun. Bila saja Naeun berada dalam tingkatan yang sama dengan Taehyung, mungkin mereka berdua sudah jadian sekarang. Jika Naeun juga menyukai Taehyung.
“Jangan hanya memperhatikannya saja, kapan kau menembaknya?” Sahutan yang terdengar dari sebelah kirinya pun membuat Taehyung sedikit tersentak. Wajah Jeon Jungkook-lah yang terlihat saat Taehyung menolehkan kepalanya ke arah kirinya. Ia dapat melihat dengan jelas wajah sahabat karibnya itu yang terlihat menggoda dirinya.
“Kudengar, Kihyun sunbaenim juga menyukai Naeun sunbaenim, loh,” Dan seperti dugaan Taehyung, keberadaan Jungkook di sebelahnya bukanlah sesuatu yang cukup baik. Pemuda Jeon itu kerjaannyahanya menggoda dan mengganggu hidup damainya saja.
“Kau tau kan, Kihyun sunbaenim itu pintar, suaranya merdu dan dia populer dikalangan siswa,” Jungkook menyeringai saat menyadari raut wajah Taehyung yang mulai berubah.“Oh, bukankah Kihyun sunbaenim juga sekelas dengan Naeun sunbaenim? Wah... peluangnya pastilah sangat be—“
“Peluang, kepalamu botak, huh?” Taehyung pada akhirnya yang tidak dapat menahan emosi yang meluap-meluap pun mengeluarkan suaranya. Jungkook yang duduk di sebelahnya malah tertawa terbahak-bahak menanggapi ucapan Taehyung. Membuat Taehyung gemas ingin menyiram wajah Jungkook dengan kuah ramyeon miliknya.
“Ahahaha, kurasa kau harus melihat wajahmu sendiri saat sedang cemburu! Sungguh itu lucu! Ahahaha!” Dan telinga Taehyung semakin panas saat mendengar suara tawa memekakan dari mulut Jungkook. Dan ingatkan Taehyung untuk membawa lakban besok.
“Diam, Jeon. Itu mengganggu hidupku, oke?” Tukas Taehyung dengan wajah datarnya. Jungkook pun perlahan lahan mulai menghentikan tawanya, lagian kasihan juga Taehyung kalau ditertawakan seperti itu. Sudah Taehyung jones, kalau ia tertawakan nanti Taehyung akan terlihat semakin ngenes.
“Lagipula kau kan sudah menyukai Naeun sunbaenim selama satu tahun, kenapa belum berani menyatakannnya langsung?” Tanya Jungkook. Taehyung terdiam. Benar juga apa yang pemuda disebelahnya itu katakan. Sudah berkali kali Taehyung berniat untuk segera menyatakan perasaannya pada Naeun, namun entah mengapa selalu saja tidak jadi. Entah itu dikarenakan timingnya yang belum pas atau memang karena Taehyung yang jarang bertemu dengan Naeun—ingatlah mengenai fakta bila mereka beda tingkatan.
“Kau kira menyatakan perasaan ke seseorang itu semudah meminta izin untuk pergi ke toilet?” Tahyung membalas pertanyaan Jungkook dengan pertanyaan pula. Jungkook mengernyitkan dahinya. Apa hubungannya menyatakan perasaan dengan meminta izin pergi ke toilet? Jungkook menghela nafas. Tak heran bila nilai bahasa Korea Taehyung selalu jelek.
“Lupakan,” Jungkook menyeruput es tehnya sebelum akhirnya melanjutkan kata katanya. “Jadi, kau mau kubantu untuk menyatakan perasaanmu ke Naeun sunbaenim?” Tanya Jungkook. Alis Taehyung terangkat saat mendengar tawaran Jungkook. Masalahnya, jarang sekali kawannya itu mau menawarkan hal-hal baik seperti ini padanya. Dan Taehyung berani jamin Jungkook menginginkan suatu imbalan atas tawarannya itu.
“Apa imbalan yang kau inginkan, huh?” Taehyung menyahut dan memandang tajam ke arah Jungkook. Seperti apa yang telah ia duga, pemuda dengan gigi kelinci itu malah nyengir dengan wajah tak berdosanya.
“Kau tau kan kasetvideo game yang kuceritakan padamu kemarin?” Jungkook menaik turunkan kedua alis matanya. Taehyung hanya bisa memutar matanya kesal. Tentu saja ia paham dengan kodean Jungkook.
“Baiklah. Aku akan membelikanmu kaset sialan itu,” Ujar Taehyung pasrah. Dan itu tentu saja membuat senyuman di wajah Jeon Jungkook semakin melebar.
“Hehe. Baiklah, ini rencanaku,”
-
Dan di sinilah Kim Taehyung. Memandang ke arah jajaran loker kelas 12-2. Di tangannya terdapat sebuat amplop berwarna pink—dan sungguh ia benar-benar merutuki mengapa Jungkook menyuruhkan memakai amplop berwarna pink, mencolok pula.
Ya, sepertinya kalian bisa menebaknya apa yang sedang Taehyung lakukan di sana.
Tadi saat istirahat, Jungkook menjelaskan secara panjang lebar mengenai rencananya pada Taehyung. Rencana yang cukup simple sebenarnya. Taehyung hanya perlu memasukkan surat yang berisikan tentang ajakan untuk bertemu di atap sekolah seusai jam pelajaran ke dalam loker milik Naeun. Dan selanjutnya adalah Taehyung yang harus berlari secepat mungkin agar tiba di atap dan menunggu Naeun datang dengan sebuah bunga mawar di tangannya lalu menembaknya. Bukan menembak dalam artian membawa pistol, oke.
Dan ya, jangan tanya bunga mawar milik siapa yang telah berhasil Taehyung petik dengan asal pada hari itu.
Dan semua itu semakin sempurna ditambah dengan Jungkook yangmempunyai kenalan anak kelas 12 yang kebetulansekelas dengan Naeun juga. Park Jinyoung namanya. Jungkook tadi sudah mengirimkan pesan singkat ke Jinyoung yang menanyakan mengenai nomor loker milik Naeun. Dan untungnya Jinyoung sedang berbaik hati dan segera membalaspesan singkat Jungkook. Setelah mendapatkannya, Jungkook pun segera mengirimkan nomor loker Naeun itu ke Taehyung saat itu juga.
Mungkin bila rencana ini berhasil, tak ada salahnya bila Taehyung mentraktir Jinyoung sunbaenim sebagai tanda terimakasihnya. Bayangkan saja bila tidak ada Jinyoung sunbaenim, bisa bisa Taehyung harus menjadi stalker dulu hanya untuk mencari tau nomor loker milik Naeun.
Salah satu kebodohan Taehyung yang lain adalah dirinya yang baru tau nomor loker Naeun setelah satu tahun menyukai Naeun. Entah dianya yang terlalu bodoh atau mungkin dianya saja yang bukan tipe orang yang stalker pada sang gebetan.
Sekarang sebenarnya bukanlah waktu istirahat. KBM sedang berlangsung dan atas suruhan Jungkook, Taehyung dengan beraninya meminta izin kepada Guru Bahasa Mandarinnya, Wu seonsaengnim untuk pergi ke toilet. Ya, sebenarnya pergi ke toilet hanyalah alibi saja. Nyatanya dia malah nyasar di jejeran loker kelas 12-2 seperti ini.
Melirik kembali layar handphone nya yang menampilkan nomor loker milik Naeun, sebelum akhirnya Taehyung memantapkan langkahnya mendekati deretan loker itu.
12-2-12, itulah yang terlihat di handphone Taehyung.
Menelusuri loker demi loker, sebelum akhirnya Taehyung menemukan loker itu. 12-2-12. Angka yang lumayan cantik menurut Taehyung. Secantik sang pemilik loker—oke. Sepertinya Taehyung mulai sedikit ngelindur.
Taehyung melirik kanan dan kirinya untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang melihatnya. Sebelum akhirnya ia dengan gerakan cepat memasukkan amplop berwarna pink mencolok itu ke dalam loker melalui lubang pipih yang terdapat di sana. Dan Taehyung pun segera berlari saat menyadari degub jantungnya yang benar-benar tak terkendali.
Degub jantungnya benar-benar berdetak sangat cepat bagaikan seorang pembunuh yang akan dieksekusi mati—dan ya, ingat mengenai Taehyung yang tidak pandai dalam membuat kalimat perandaian. Tapi peduli apa dengan itu semua, yang terpenting, tugasnya selesai dan Taehyung tinggal menunggu acara intinya nanti.
Melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya, membuat Taehyung sedikit tersenyum. 1 jam lagi menuju hidup yang lebih berwarna, batin Taehyung dengan senyuman yang mengembang.
-
Taehyung sudah mulai memasukkan semua benda yang ada diatas mejanya. Bel pulang masih berbunyi 5 menit lagi tapi tampaknya Taehyung terlalu bersemangat untuk segera pergi ke atap setelah bel berdering.
“Kau masih bisa mencatat tugas dari Byun seonsaengnim dulu setidaknya,” Jungkook yang ada di sebelahnya itu memprotes. Taehyung melirik Jungkook dan ia pun segera mengeluarkan smartphonenya. Taehyung lalu segera memfoto segala tulisan hangul yang terpampang jelas di papan tulis dengan smartphonenya.
“Masalah selesai,” Balas Taehyung enteng seraya menyimpan kembali smartphonenya di saku celananya sebelum Byun seonsaengnim menyadari apa yang ia perbuat dan berakhir dengan smartphone kesayangannya yang disita oleh guru muda itu. Jungkook yang berada di sebelahnya hanya bisa mencibir.Jungkook berani taruhan, Taehyung tak akan pernah menyalin catatan itu walaupun telah ia foto.
TEEET!!! TEEET!!!
Suara bel pulang berbunyi nyaring itu sukses membangunkan para siswa yang sempat tertidur dan sukses membuat para siswa yang sedang mencatat segera melepaskan pena yang mereka pegang. Saat pulang tentu saja adalah saat yang sangat dinantikan oleh seluruh siswa. Munafik bila ada yang mengatan ia tidak ingin pulang dan lebih betah berada di penjara yang nama sopannya adalah ‘sekolah’ini.
Usai Byun seonsaengnim menutup pelajaran, Taehyung pun segera beranjak dari tempat duduknya dan segera melesat menuju atap sekolah. Jungkook yang ditinggal hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dasar orang lagi kasmaran, Jungkook membatin.
Jungkook mengangkat bahunya dan ia mulai mengeluarkan handphone hitam kesayangannya. Ia menaikkan alis matanya saat ada pemberitahuan pesan masuk. –tidak. Itu bukan pesan dari operator seperti apa yang Jungkook kira. Namun setelah Jungkook buka, ternyata itu adalah pesan dari Jinyoung sunbaenim.
‘Jungkook-ah, sepertinya tadi aku salah tulis. Harusnya nomor loker milik Naeun adalah 12-2-21, bukan 12-2-12.’
Dan langsung saja pemuda kelahiran 1 September itu membulatkan matanya.
“ASTAGA, KIM TAEHYUNG!”
-
Son Naeun segera membereskan buku-buku yang masih berceceran di mejanya. Ia memasukkan satu demi satu buku tersebut dengan perlahan kedalam tasnya. Naeun adalah seorang yang perfeksionis. Walaupun sudah pulang sekolah seperti ini, dia juga harus menata bukunya dengan sebaik mungkin. Menghindari kemungkinan adanya buku yang tertinggal atau apapun itu.
“Oh ayolah, Naeun-ah. Aku lelah menunggumuu~” Terdengar rengekan dari sebelah Naeun. Naeun menoleh. Bang Minah, teman sebangkunya itu ternyata sedang mengerucutkan bibirnya. Sepertinya Minah tengah merajuk. Tapi apa peduli Naeun?
“Iya, Iya. Kalau kau mau, kau bisa duluan. Kau mau ke loker dulu, kan?” Ujar Naeun dengan nada tenang setenang air. Minah mendengus. Padahal hari ini Naeun berjanji akan mengajaknya untuk main ke rumahnya dengan alasan Pamannya, Kim Heechul baru pulang dari China dan membawa beberapa oleh oleh.
Ayolah Minah, demi oleh oleh gratis dari China, setidaknya menunggu Naeun sedikit tak masalah bukan? Minah menghela nafas dan ia mengetukkan ujung sepatunya ke kaki meja, berusaha menghilangkan bosan.
“Sudah. Ayo ke loker!” Naeun pun segera menggaet lengan Minah dan membawa mereka ke area loker kelas 12-2. Minah yang notabenenya memiliki tubuh yang sedikit mungil dari Naeun pun hanya bisa pasrah diseret seperti itu.
Sesampainya di sana, mereka pun segera meletakkan beberapa barang-barang yang tidak mereka butuhkan di rumah ke dalam loker mereka. Seperti buku paket ataupun hal hal pribadi lainnya. Naeun membuka lokernya dan terlihatlah beberapa surat dari penggemarnya terpampang nyata di hadapannya.
“Oh astaga, kadang aku suka berpikir apa yang mereka sukai dari diriku,” Naeun sedikit mengeluh. Ia segera memindahkan surat-surat itu dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya sehingga tak menghalangi Naeun dalam mengambil barangnya. Tak jauh dari tempat Naeun berada, Minah malah terkikik mendengar keluhan Sang sahabat.
“Kau tau? Seharusnya kau bangga, dengan begitu tandanya masih ada yang memperhatikanmu, berbeda dengan diriku yang tidak ada apa-apanya ini, ahahah,” Sahut Minah dengan sedikit candaan di akhir kalimatnya. Ia segera memasukkan kunci lokernya dan memutarnya sebelum akhirnya membuka pintu lokernya.
“Tapi kan kau itu cantik, pintar, dan—“
“ASTAGA! AKU MENDAPATKAN SURAT!”
Ucapan Naeun berhenti saat mendengar teriakan secara tiba-tiba dari Minah. Naeun saja sampai menutup telinganya dengan kedua tangannya saat menyadari betapa dahsyatnya teriakan Minah. Untung saja Naeun tidak punya penyakit jantung, bisa bahaya. Dan baru kali ini Naeun menyesal memiliki sahabatnya yang merupakan salah satu anggota paduan suara di sekolah mereka.
“Astaga, kecilkan suaramu!” Naeun menghela nafas. Ia segera menutup lokernyasetelah meraih headset putih miliknya sebelum akhirnya segera berjalan menuju ke arah Minah yang masih tampak excited di tempatnya.
“Surat apa sih? Surat dari guru Konseling?” Tanya Naeun sedikit menyindir sahabatnya itu. Ya memang Minah itu sedikit bandel, kemarin dia baru saja ditegur oleh guru Konseling mereka, Choi seonsaengnim karena Minah yang memakai sepatu merah—jangan tanya kenapa Minah bisa senekat itu memakai sepatu berwarna mencolok seperti itu.
“Aish! Bukan dari guru Konseling itu! Lihatlah! Ini surat cinta! Warnanya saja pink!” Binar di mata Minah tampaknya masih belum menghilang. Minah melambai-lambaikan amplop surat yang seperti yang ia bilang, berwarna pink mencolok. Minah pun segera membuka amplop itu dengan semangat yang menggebu-gebu.
“Halo, sunbaenim. Aku adalah satu dari beratus-ratus penggemarmu. Aku menunggumu di atap sekolah, sepulang sekolah hari ini. Ku harap kau tidak pulang dulu. Salam,your secret admirer.”
Minah membacakan kata demi kata yang tertulis di surat tersebut dengan suara cukup keras. Bohong bila Minah tidak tersipu setelah mebaca surat tersebut. Ini adalah kali pertama seorang Bang Minah mendapatkan ajakan seperti itu.
“Aaahhh! Aku harus segera ke atap sekolaah! Naeun-ah, kau tunggu aku di depan pagar ya! Aku tidak akan lama!” Seru Minah dengan suara yang melengking nyaring. Minah segera menutup kembali lokernya dan tidak lupa menguncinya sebelum berancang-ancang untuk segera berlari menuju atap sekolah.
“Jangan terburu-buru, bagaimana bila dia adalah seorang pembunuh?” Tanya Naeun sedikit menggoda Minah. Minah kembali cemberut mendengar perkataan Naeun. Apa apaan anak itu, bukannya menyemangati, malah menakut-nakuti.
“Ah! Optimis dong! Sudahlah, aku mau ke atap dulu, daah!” Ujar Minah dengan senyuman lebarnya. Detik selanjutnya, ia segera melesat menuju arah yang berlawanan, menuju atap sekolah.
“Ya! Kudoakan kau tidak bertemu dengan pembunuh bayaran!”
-
“Gila, Jinyoung-sunbaenim benar-benar parah,” Jungkook menggumam. Kini yang ia lakukan adalah berjalan dengan tergesa-gesa ke atap sekolah. Kenapa ia tidak mengirimi Taehyung pesan singkat saja? Jawabannya adalah handphonenya yang tiba-tiba mati saat Jungkook akan mengirim pesan tersebut. Entah ada apa yang salah dengan handphonenya itu. Padahal baterenya belum masih tersisa 50%.
“Apa sunbae itu tak tau bila salah tulis saja dalam misi ini bisa berakibat fatal? Astaga aku benar-benar tidak tau apa yang akan Taehyung lakukan setelah dia mengetahui tentang hal ini,” Jungkook kembali bermonolog seraya mempercepat langkahnya menuju atap.
“Kau... Jeon Jungkook kan?”
Langkah Jungkook terhenti tiba-tiba saat merasa ada suara yang memanggil namanya. Ia menoleh dan mendapati seorang gadis cantik dengan rambut hitam arangnya berdiri dengan membawa setumpuk buku.
Sesuai dengan naluri laki-lakinya, Jungkook pun segera membantu sang gadis membawa 5 tumpuk buku setebal 2 sentimeter tersebut. Lagipula gadis itu terlihat kesusahan dengan buku yang pastinya sangat mengganggu pandangan matanya itu.
“Uh, makasih, Jungkook,” Suara gadis itu terlihat kecil dan malu-malu. Jungkook memberikan senyuman manisnya ke arah gadis itu. Jungkook pernah melihat gadis ini. Bila tidak salah dia adalah ketua kelas 11-1.
“Tak masalah, jadi ada apa?” Tanya Jungkook to the point. Gadis ber nametag ‘Kim Woojoo’ itu terlihat menunduk sedikit, entah untuk apa sebelum akhirnya ia memberanikan diri untuk menatap ke arah Jungkook.
“Aku... mau minta tolong padamu untuk meletakan buku-buku ini ke perpustakaan, tapi kalau aku mengganggumu, sepertinya tidak usah, deh,” Ujar Woojoo dengan rona merah di pipinya. Melihat tingkah lucu dari Woojoo, tak urung membuat seorang Jeon Jungkook kembali menggulum senyumannya.
“Tidak, kau tidak menggangguku kok, lagi pula ini sudah jam pulang kan? Aku free,” Balas Jungkook. Woojoo kembali menundukkan wajahnya, sepertinya gadis itu adalah tipe gadis yang pemalu. Dan sayangnya, Jungkook suka orang yang pemalu seperti ini.
“Ta-Tapi aku melihatmu terburu-buru—“
‘Tidak kok, tadi aku hanya bermain kejar-kejaran. Jangan dipikirkan, ayo ke perpustakaan, tanganku mulai lelah,” Jungkook segera memotong kata-kata Woojoo dan ia mulai berjalan menuju perpustakaan dengan 3 tumpuk buku yang ia bawa.
“Ah, terimakasih, Jungkook-ah,” Woojoo kembali berujar dengan intonasi malu-malu kucing miliknya. Gadis berambut sepunggung itu kemudian segera menyejajarkan langkah kakinya dengan langkah lebar milik Jungkook.
Dan sepertinya Jungkook melupakan alasan mengapa ia berlarian di koridor seperti orang kesetanan seperti tadi.
-
Bang Minah sedikit terengah-engah. Pintu menuju atap sudah di depan matanya. Minah berhenti sejenak untuk menetralkan nafasnya yang masih ngos-ngosan itu. Tak lupa Minah juga merapikan penampilannya yang sedikit acak-acakan akibat berlarian di koridor tadi.
Membuka pintu usang itu dengan sekali dorongan sebelum akhirnya Minah melangkah memasuki area atap sekolah tersebut. Kosong, itulah yang Minah simpulkan. Minah melangkah lebih jauh namun ia masih tak melihat adanya tanda-tanda keberadaan makhluk hidup di sana.
“Halo?” Minah berusaha menyapa. Namun nihil. Tak ada seorang pun yang membalas sapaannya. Entah mengapa kini Minah sedikit merasa ketakutan. Dan sialnya, ucapan Naeun tentang pembunuh bayaran itu kembali terputar di pikirannya.
Mungkinkah benar apa kata Naeun? Dia adalah pembunuh Bayaran? Ah sialan. Minah membatin. Keringat dingin mulai membanjiri wajah cantik Minah. Minah pun pada akhirnya memilih untuk membalikkan badannya dan belum sempat dia membalikkan badannya, sebuah suara menginterupsinya.
“Sunbaenim,”
Suara itu berasal dari arah belakangnya. Minah pun pada akhirnya membalikkan badannya, walaupun bayangan tentang pembunuh bayaran itu masih berkeliaran di pikirannya.Namun lupakan mengenai pembunuh bayaran. Yang ada di hadapan Minah saat ini bukanlah seorang dengan jas dan topi yang menutupi wajahnya dengan sebuah pisau tertuju padanya, melainkan seorang pemuda dengan seragam yang sama dengannya dan membawa sebuah bunga mawar.
Dan jangan bangunkan Minah bila ini hanyalah sebuah mimpi.
“Ya, kau siapa?!”
Berbeda dengan semua khayalan Minah, pemuda di hadapannya kini malah berteriak kencang seraya menunjuk ke arahnya. Hal tersebut tentu saja membuat Minah yang awalnya ingin meneteskan air mata haru pun menjadi terbatalkan. Minah kini memandang tajam ke arah pemuda yang tampaknya adalah adik kelasnya—tentu saja, terbukti dengan pemuda itu yang memanggilnya ‘sunbaenim’.
“Seharusnya aku yang bertanya ‘kau siapa’! Bukankah kau yang menyuruhku untuk kesini?” Balas Minah dengan suara melengkingnya itu. Pemuda di hadapannya itu mengernyitkan keningnya.
“Tolong, yang kusuruh untuk ke atap adalah Naeun sunbaenim, bukan dirimu!” Balas pemuda di hadapannya itu dengan suara beratnya. Minah memincingkan matanya. Kenapa jadi Naeun?
“Bagaimana bisa Naeun, huh? Padahal aku melihat surat itu berada di lokerku! Apa kau salah memasukkan surat, hah?” Tanya Minah yang kini mulai tersulut emosi. Pemuda di hadapannya itu menaikkan alisnya. Pemuda bername tag ‘Kim Taehyung’ itu maju beberapa langkah ke arah Minah.
“Jangan bercanda. Mana mungkin aku salah memasukkannya? Nomor loker Son Naeun sunbaenim adalah 12-2-12, kan? Mana mungkin aku salah memasukkannya!” Dan tampaknya pemuda di hadapannya itu masih saja mempertahankan egonya. Minah menghela nafas. Yang benar saja. Kira-kira apa reaksi pemuda itu selanjutnya bila tau dirinya sudah salah?
“Jangan bercanda. Nomor loker Son Naeun adalah 12-2-21. Nomor lokerku, Bang Minah barulah12-2-21. Jadi, kau jangan sok tau, dasar hoobae kurang ajar,” Minah memberanikan untuk ikut melangkah beberapa lebih dekat dengan adik kelas gilanya itu. Tangannya mengepal, merasa gemas untuk menampar wajah ganteng pemuda Kim tersebut.
Eh apa? Ganteng? Mungkin Minah mulai meracau.
“Ouh,” Minah mengerucutkan bibirnya. Alisnya bertaut. Hanya itu?Batinnya. Hoobae di depannya ini benar-benar! Yang benar saja, apa hanya begitu saja reaksinya? Dan apa-apaan raut mukanya itu? Minta di lempar sepatu?
“Sialan! Setidaknya kau meminta maaf padaku atau apapun itu, astaga!” Minah berteriak di depan muka Taehyung. Taehyung yang ada di hadapannya itu malah tersenyum. Taehyung mulai berjalan mendekati sunbae yang lebih pendek darinya itu.
“Aku. Minta. Maaf. Kau puas, sunbae?” Taehyung kembali berjalan semakin dekat ke arah Minah sehingga jarak keduanya hanya berkisar 7 sentimeter saja. Dari jarak sedekat ini, Minah dapat melihat wajah Taehyung dengan jelas. Dan entah mengapa, pandangan Minah terfokus pada garis rahang tegas milik Taehyung itu.
Kim Taehyung kini memandang wajah sunbae pendeknya itu dengan pandangan yang tidak dapat didefinisikan. Mata indah seukuran buah ceri, hidung mancung yang mungil, dua buah pipi yang terlihat menggemaskan dan bibir semerah darah yang terlihat menggoda. Taehyung mengedipkan matanya dua kali. Astaga, apa yang ia pikirkan?
“Kau tau, sunbae? Sebenarnya aku tidak benar-benar menyesal karena telah salah memasukkan surat ke dalam lokermu,” Taehyung berujar dengan senyuman khasnya. Dan saat itu juga Minah lupa bagaimana cara untuk bernafas. Senyuman indah pemuda itu bagaikan menghipnotis Minah.
“Kurasa,” Taehyun kembali mendekatkan dirinya dengan sunbaenya itu. “Aku malah jatuh cintah dengan gadis bernama Bang Minah ini,” Ujar Taehyung final. Dan Minah bagaikan melayang saat pemuda kurang ajar di depannya ini berani menghapus jarak antara mereka sebelum akhirnya mencium bibirnya secara lembut.
Persetan dengan Taehyung yang notabenenya adalah orang asing bagi Minah. Dan persetan dengan surat cinta Taehyung yang seharusnya diperuntukkan kepada Son Naeun. Sepertinya mereka berdua kini mengakui bila ‘jatuh cinta di pandangan pertama’ benar adanya.
-END-