Caligyne Romeo
scarletale
Jungkook ㅡ Minah ㅡ Taehyung
Romance, Friendship, Alternate Universe
2837 words
Special thanks to HiDesign.
Happy Reading!
"Akan kutemui Naeun dan kembali secepat aku membobol ring."
Lalu setelah tiga puluh menit berdiri dengan seragam basket yang basah keringat, Jungkook sadar bahwa Kihyun tidak membobol ring secepat kesannya.
Setelah kepergian mereka, Kihyun, Taehyung, dan Junior, masuk ke dalam, menunggu sendirian di depan pintu aula terasa amat tidak menyenangkan. Sekarang ini aula dipenuhi gadis-gadis pemandu sorak yang sedang latihan. Seandainya Jungkook tidak mengidap kelainan, namanya caligynephobia dan benar-benar ada. Maksudnya, kelainan yang membuat tubuhmu memberi respon berlebihan jika bertemu seorang gadis, apalagi berinteraksi dengannya, itu benar-benar nyata. Seandainya saja dia tidak mengidap kelainan macam itu, tentu ia sudah berada di dalam sana bersama ketiga temannya. Jadi untuk sekarang ini, tentu lebih aman untuk tinggal daripada harus masuk ke tempat yang banyak gadis-gadisnya.
Ketiga temannya itu ke sana sebenarnya untuk membantu Kihyun-Sang-Ketua menyelesaikan masalah. Bukan masalah semacam duel antarketua tim, atau perkelahian dengan anak kelas lain, justru jauh lebih sederhana. Ini cuma masalah Naeun, pacarnya yang posesif dan merajuk karena akhir-akhir ini waktu Kihyun sering dihabiskan di lapangan dibanding melakukan hal-hal manis untuknya, tidak seperti dulu. Begitulah kilasan yang Jungkook tahu.
Sementara suasana aula masih terdengar bergemuruh, Jungkook menempelkan punggungnya pada tembok di dekatnya dan memandang kosong ke hadapan. Laki-laki itu sejenak larut dalam lamunannya. Matanya terlihat menatap kamar kecil di depan sana, meski tidak benar-benar memperhatikan, sampai suara lirih langkah kaki terdengar mendekat dan semakin jelas.
Itu pasti mereka.
Laki-laki berseragam putih dan merah menyala itu melangkah mendekati pintu masuk untuk menyambut teman-temannya.
"Demi Tuhan, kalian..."
Ucapannya terpotong. Langkahnya terhenti setelah seseorang membentur tubuhnya dengan keras, bahkan hingga suara dentuman keras terdengar.
"Ma-maaf!" seru orang itu.
Jungkook terkesiap. Matanya mengerjap beberapa kali menandakan bahwa ia amat gugup. Suaranya seperti perempuan! Jungkook tidak berani menundukkan kepala, tidak berani kalau-kalau seseorang yang meringkuk di dadanya itu adalah seorang perempuan, meski jika memang begitu kenyataannya.
We were both young when I first saw you.
Gadis itu agak sempoyongan, lantas menyentuh dada Jungkook yang keras dan berusaha menolak tubuhnya agar dapat kembali ke posisi berdirinya semula. Gadis itu mendongak menatap Jungkook. Pakaiannya kuning merah muda.
***
"Kau payah, ah." kata Taehyung sambil berusaha mengunyah udonnya. Mulut orang itu penuh makanan, rasa lapar yang menggerogoti perutnya sejak tadi sama besarnya dengan keinginannya untuk bercerita pada teman karibnya.
Jungkook yang baru saja bergabung saat Taehyung mengungkapkan rasa kecewanya pada Jungkook. Laki-laki berambut hitam itu terlebih dulu menyelesaikan urusannya pada kantung kemih setelah bertabrakan dengan gadis pemandu sorak tadi. Ia buang air banyak sekali.
Jungkook yang sudah duduk di kursinya hanya melirik Taehyung sekilas, lalu melirik Junior yang duduk di sebelah laki-laki berambut pirang itu. Wajah Junior tampak tidak bersemangat menanggapi sikap Taehyung kali ini.
"Gadis pistachio yang manis!" seperti tidak menyadari sikap Junior, Taehyung kini malah berseru senang. Ia lantas menambahkan setelah menelan udonnya dengan susah payah, "Kalau kau di sana, kau akan seberuntung aku."
Jungkook mengernyit sebelum menyuarakan isi pikirannya, "Apa yang... 'pistachio'?"
"Rasa es krim kesukaannya." Junior menyahut asal-asalan, "Mungkin itu berarti 'gadis favoritnya yang manis'."
Taehyung buru-buru mengangguk membenarkan, membuat Kihyun yang memperhatikan sempat terkekeh sendiri.
"Gadis mana yang kau maksud?" tanyanya.
Taehyung mengernyit dan menoleh Kihyun, memandangnya seakan Kihyun sedang berpura-pura bodoh.
"Gadis kuning merah muda, tentu saja."
Tangan Jungkook yang hendak menyumpit udon terhenti setelah mendengar ungkapan itu. Gadis kuning merah muda. Jadi, gadis yang menabraknya itu berseragam apa tadi?
"Semua gadis di aula berseragam kuning merah muda."
Suara Kihyun terdengar saat Jungkook sedang menerka-nerka, mungkinkah gadis kuning merah muda yang Taehyung ceritakan sama seperti gadis kuning merah muda yang menabraknya? Tapi mendengar jawaban Kihyun, kemungkinannya kecil sekali.
Taehyung terlihat sedang berpikir-pikir sebentar sebelum berkata bahwa ia tidak tahu nama gadis itu.
Ketenangan sempat terjadi sejenak, sebelum Junior mengusulkan, "Bukan gadis yang kau panggil-panggil 'sherry' hingga dia dongkol dan berlari keluar?"
Jungkook menahan tawanya lantas berkomentar, "Wah, parah."
"Kalau benar yang itu, aku tahu namanya." kata Kihyun penuh misteri, "Namanya Minah. Bang Minah. Dia teman Naeun yang sangat dekat."
Anehnya, Jungkook justru mendapati dirinya memasang telinga baik-baik akan ucapan Kihyun selanjutnya. Jadi, namanya Minah? Meski senang mendengar gagasan bahwa namanya Minah, Jungkook masih berharap gadis itu bukan gadis yang sama. Tapi, tunggu dulu, memangnya kenapa kalau benar-benar sama?
"Ah, Bang Minah!" Jungkook nyaris terlonjak kaget mendengar seruan Taehyung yang heboh.
"Benar." kata Kihyun melanjutkan. "Selain pemandu sorak, dia juga anggota jurnalistik sepertiku meski bidang kami berbeda. Dia mengambil dua bidang sekaligus, reporter dan editor, sehingga kau bisa bayangkan betapa jejalan tugas itu menahannya di perpustakaan setiap jam istirahat, bahkan sepulang sekolah, hanya untuk berkumpul dengan anggota lain yang sebidang dengannya."
Kihyun menarik napas sebelum melanjutkan, "Apa lagi yang ingin kau ketahui?"
"Wow, kau kedengaran seperti detektif." aku Junior.
Taehyung tidak menggubris komentar itu, terlalu asyik dengan pikirannya dan tersenyum-senyum sendiri.
"Selain pemandu sorak, ternyata dia juga anak di belakang layar." simpulnya lantas tiba-tiba bertanya, "Tahu nomor ponselnya?"
"Mudah, aku akan mengirimimu sms."
Jungkook mengangkat wajahnya, menatap Taehyung, lalu Junior yang mengaduk udonnya, dan kembali pada Taehyung. Rasanya mulutnya gatal ingin berbagi, bahwa sebenarnya dia bertemu gadis kuning merah muda juga, dengan wajah yang manis sekali. Hanya saja ia tidak dapat memastikan, tidak dapat berbagi apapun pada semua temannya sebelum ia sendiri tahu pasti.
We keep quiet 'cause we're dead if they knew.
**
Seorang gadis menatap layar laptopnya.
I got tired of waiting.
Merasa jenuh, ia menghela napas dan menghempas dirinya pada sandaran kursi.
Seperti yang Kihyun katakan, kali ini Minah lagi-lagi menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan.
Gadis itu berada di tengah-tengah perpustakaan super luas untuk sebuah perpustakaan sekolah. Ia dan dua orang temannya sedang mengerjakan editing artikel seperti biasa, dengan dua orang teman yang pergi mengisi perut meninggalkan laptop mereka yang menyala di atas meja panjang.
Di sekelilingnya, di depan, di belakang, di sisi kanan dan kiri, hanya ada jejeran tiga puluh rak buku setinggi dua meter yang disusun selang seling. Ia melamun memandangi sekitarnya lalu diam-diam menyimpulkan. Perpustakaan itu kalau dilihat-lihat seperti labirin dengan rak-rak itu selaku tembok pembatas.
Lalu matanya sempat melirik pintu masuk perpustakaan.
Wondering if you were ever coming around.
Ia tidak melihat-lihat terlalu lama di sana dan melirik kembali ponselnya yang juga berada di atas meja panjang, mengetuk-ketuk layar dengan telunjuknya seakan sedang menunggu panggilan.
My faith in you was fading.
Minah kembali menatap pintu masuk tak lama sebelum berdecak sebal.
"Kenapa dia belum datang juga?" ocehnya tanpa memalingkan tatapan pada pintu.
"Dia siapa?" balas salah satu temannya.
"Kihyun." singkatnya, "Artikelku sudah..."
Temannya menatap dengan wajah bertanya saat gadis itu tiba-tiba diam secara misterius.
"Aku pergi sebentar."
Tanpa melihat reaksi temannya lebih lama, gadis itu menyelinap ke rak belakang. Kakinya melangkah menyusuri jalan kecil di sela-sela kedua rak, atau jalan membentang yang lebih luas dan menampilkan deretan rak yang tersusun rapi. Minah tidak lagi peduli. Yang ia tahu, ia sedang tidak ingin bertemu laki-laki itu.
Romeo, save me, I've been feeling so alone.
Kadang ia berjalan merunduk, kadang dia malah berjalan cepat-cepat agar cepat sampai di rak paling belakang sana.
Setelah perjalanan singkat itu, langkahnya yang cepat dan terburu-buru akhirnya jatuh terhuyung. Kepalanya kembali menapak pada sandaran kokoh yang sudah amat dikenalnya.
I keep waiting for you but you never come.
Minah yang menyadari sesuatu terjatuh di lantai atas insiden kecil itu lantas buru-buru memungutnya sambil membungkuk meminta maaf.
"Tidak masalah."
Suara serak yang menyahut itu membuat tubuhnya menegang. Kepalanya cepat-cepat mendongak.
Is this in my head? I don't know what to think.
Tanpa sadar Jungkook menahan napasnya. Matanya tidak mau berpaling pada wajah mendongak itu untuk kedua kalinya.
Aku ingin buang air, batin Jungkook. Tapi kali ini gagasan itu gagal total. Kakinya tidak memberinya kesempatan untuk melewatkan momen ini. Ia melirik buku bersampul merah padamnya di tangan gadis itu, sementara si manis mengeratkan genggaman pada ujung buku sambil memandangnya penuh keterkejutan.
Jungkook terkesiap ketika gadis itu tiba-tiba mengerjap beberapa kali. Kedua tangan gadis itu menyodorkan buku merah itu padanya.
"Terima..."
"Boleh aku tahu namamu?"
Jungkook lagi-lagi dibuat terkesiap mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan kikuk yang memotong ucapan terima kasihnya. Tapi masalahnya bukan itu.
"Jungkook."
Kenapa dia tiba-tiba bertanya? Tapi gadis itu kini mengangguk-angguk kepadanya dengan pandangan yang berpaling menatap sekitar, sebelum ia benar-benar menunduk.
"Dan kau?" Jungkook balas bertanya.
Gadis itu kembali mendongak. Saat itulah Jungkook tahu bahwa gadis itu bersemu semerah tomat.
"Minah. Bang Minah."
***
Langit di atas sana nyaris berwarna kemerah-merahan. Tubuhnya yang keras mulai terasa dingin saat angin musim gugur berhembus lagi.
They're trying to tell me how to feel.
Jungkook sedang duduk dan menunduk menatap bolanya di undakan pertama, tempat sepatu merah padamnya kini berpijak.
Ini sudah berminggu-minggu berlalu setelah kejadian manis di perpustakaan itu. Jungkook berakhir mundur teratur saat tahu bahwa gadis itu benar-benar gadis yang sama dengan gadis pistachio Taehyung.
Ia tidak mau melihatnya lagi, gadis itu, ia mengucap janji pada hati kecilnya. Kejadian itu, terakhir kali ia terlihat tertawa bersama Taehyung di koridor. Kejadian yang benar-benar kebetulan dan tidak mengenakkan.
Mengingat kembali kejadian itu hanya membuat dadanya, tempat dimana gadis itu sempat bersandar, sekali lagi terasa sesak.
Tidak mau lama-lama larut dengan pikiran, Jungkook meraih bolanya dan berdiri bak memaksakan diri untuk bersikap biasa saja. Dipantulkannya bola tangan itu beberapa kali, lantas mulai bergerak dengan gesit ke arah ring.
Ia berlari-lari cepat, bergerak dengan luwes dan langkah yang tidak lurus-lurus mengarah ring. Ia sedikit melakukan zigzag, seakan-akan tim lawan sedang menghadangnya, lalu melompat dan mencetak gol dengan mudah.
Dirinya sempat tersenyum puas sambil memandang bolanya yang terpantul-pantul sebelum melakukan lay up sekali lagi.
This love is difficult but it's real.
Ia meraih bolanya yang telah, untuk kedua kalinya, masuk ring dengan sempurna.
Laki-laki itu kembali memantul-mantulkan bolanya, namun kali ini bergerak menjauhi ring. Ia berpikir untuk melakukan shoot three point yang juga sempurna.
Namun alih-alih melakukannya, bola tangan itu justru terlepas oleh kendali tangannya. Langkahnya terhenti bersamaan dengan bolanya yang menggelinding, mengarah ke seseorang yang berbalut kardigan merah marun dan berdiri tepat di garis three point. Sebagian rambutnya yang hitam terlihat bagus berpadu dengan warna kardigan itu. Dia juga terlihat tengah menggendong tas sekolah warna putih bergaris-garis horisontal besar warna biru gelap.
"Permainan yang bagus."
Jungkook bernapas.
"Terima kasih."
Gadis itu tersenyum sebentar kemudian merunduk memungut bola di kakinya.
Sedang apa gadis ini ke sini?
"Aku senang kita bisa bertemu lagi." kata Minah setelah berhasil mendapatkan benda bulat itu.
Sambil memeluknya, Minah menambahkan, "Apa aku mengganggu latihanmu?"
Jungkook cepat-cepat menggeleng dan menjawab, "Tidak."
Senyum gadis itu kembali mengembang. Minah bergerak mendekat, ia melangkah pelan ke arah Jungkook sampai jarak mereka cukup dekat, lalu menyodorkan bola dengan kedua tangannya.
"Tidak berniat mengambil kembali bolamu?"
Jungkook mengerjap dan tersadar jika ia melamun. Ia pasti tampak bodoh dari tadi. Segera ia menunduk menoleh bolanya. Tangannya bergerak mengambil bola dan meraihnya dari tangan gadis itu, tapi Minah tiba-tiba memantulkan bolanya ke bawah.
"Kau pernah mengenal istilah sistem barter?" nada suaranya terkesan menggoda.
Jungkook mendapati alisnya berkerut akan itu, "Apa maksudmu?"
"Aku sedang melarikan diri dari temanmu. Dia sekarang berdiri tepat di pintu masuk sekolah." kata Minah, "Kau tahu tidak ada seorangpun lagi di sekolah selarut ini, bukan?"
Jungkook masih menatapnya tidak mengerti. Namun karena ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa gadis itu akan menambahkan, ia berpikir untuk merespon.
"Mm." gumamnya.
"Nah, sudah mengerti maksudku?"
Otaknya berjalan lambat. Namun sesaat sebelum ia benar-benar terlambat, Taehyung terbersit dalam benaknya. Apa gadis ini menghindari Taehyung?
"Kalian bertengkar?" tanyanya tanpa dapat ditahan.
"Bukan." jawab Minah, "Hanya saja..."
"Apa?"
Minah mendongak dan menatap kedua mata Jungkook dalam-dalam, seakan terkejut mendengar reaksinya. Saat itulah Jungkook tersadar bahwa suaranya terdengar memburu, terkesan membentak dan tidak menyenangkan bahkan untuk telinganya sendiri. Kenapa ini? Kenapa ia tidak bisa menahannya?
"Aku bingung bagaimana mengatakannya..."
Ungkapan ragu itu mendapat perhatian penuh oleh Jungkook. Laki-laki itu masih enggan berpaling, menunggu kalimat lanjutan lain yang akan terlontar dari bibir Minah.
Seakan menyadarinya, Minah terlihat berpikir-pikir untuk melanjutkan. Saat melihat Jungkook yang masih menatapnya begitu, ia menjadi sedikit terburu-buru.
"Aku tidak menyukainya."
Jungkook memalingkan wajahnya.
Sedangkan gadis itu, ia lantas membungkam dan berjanji tidak akan bicara banyak lagi.
Don't be afraid, we'll make it out of this mess.
Keheningan terjadi begitu lama, hingga Jungkook merasakan hempasan angin itu menerpanya berkali-kali meski sekarang tubuhnya tidak merasa dingin sedikitpun. Ia dapat melihat poni gadis itu bergerak-gerak terhembus angin. Daun-daun kering yang berhembus datang bersamanya.
"Minah."
Sebenarnya kantung kemihnya mulai penuh lagi. Dan kalau mau tahu, ungkapan gadis itu tadi benar-benar melegakannya. Jungkook diam-diam senang menemukan gadis itu kembali kosong, meski tidak ada jaminan. Sekarang, Jungkook melihat Minah mengangkat wajahnya setelah panggilan itu.
"Lihat pintu pagar besi itu?" Jungkook melanjutkan.
Sesaat setelah ucapan Jungkook yang mantap, Minah buru-buru menoleh ke arah yang ditunjuk Jungkook. Pintu pagar itu kecil dan besi-besinya berkarat, benda tua itu terletak di sisi selatan lapangan dan di bawahnya banyak tumpukan daun kering. Letaknya terlalu di sudut, siapapun yang tidak menghabiskan banyak waktu di lapangan tidak akan tahu menahu mengenai keberadaan pintu itu.
Minah berbalik lantas memandang raut wajah Jungkook yang berubah tenang, bahkan bibirnya sedikit menyunggingkan senyuman.
"Akan kutunjukkan jalan keluar lain dari tempat ini."
Jungkook mengulurkan tangannya yang pertama-tama disambut senyuman Minah yang riang. Tidak perlu berlama-lama, tangannya sudah menggenggam jemari Minah, dan saat itu pula jantungnya mendadak berdegub kencang.
Juliet, I'll take you somewhere we can be alone.
Jungkook menarik tangannya dan mereka berlari bersama menuju pintu besi. Sebelah tangan Minah memeluk bola itu erat-erat, bibirnya tidak bisa berhenti tersenyum. Dinginnya angin musim gugur tidak lagi berpengaruh padanya. Genggaman Jungkook begitu hangat.
Laki-laki itu menghentikan langkahnya saat mereka sudah berdiri satu meter dari pintu. Ia mengisyaratkan Minah untuk tidak bersuara dan memberikan tas gendong bawaannya. Minah mengangguk mengerti dan buru-buru memasukkan bola Jungkook dalam tasnya lalu memercayakan tasnya pada Jungkook.
Jungkook melepas genggaman tangannya pada Minah dan melangkah perlahan menuju pintu itu. Ia lantas melempar tas Minah ke balik pintu lalu buru-buru bergerak menjauh dan berjongkok bersembunyi.
"Ada apa?" bisik Minah pelan.
Jungkook menolehnya sebentar, lalu kembali mengintip melalui jeruji pintu itu. Setelah memastikan mereka aman, Jungkook mengisyaratkan Minah untuk mendekat sambil berusaha berdiri.
"Penjaga sekolah tinggal di lorong di balik pintu ini." bisiknya, menjawab pertanyaan Minah tadi.
Gadis itu hanya mengangguk-angguk.
"Ayo naik."
Nothing more, all that's left to do is run.
Langit sudah berwarna kemerah-merahan, bahkan menggelap, saat Minah mulai memanjat pintu pagar itu. Jungkook menahan pinggangnya sampai gadis itu benar-benar melompat, lantas ia menyusul melewati pintu itu dengan mudah.
Ketika sampai, tidak ada apapun yang indah atau romantis di dalam sana. Hanya sebuah lorong sempit yang gelap dan berliku-liku.
Minah menggeleng, merasa tidak yakin dengan gagasan ini karena lama-lama lorong mengerikan itu tampak berkelok dan tidak berujung.
"Kusarankan untuk berlari secepat yang kau bisa atau mengendap-endap sepanjang jalan. Kau tidak bisa melakukan di antaranya."
Minah menoleh Jungkook yang tidak sedang memandangnya. Laki-laki itu menatap ke ujung lorong yang berbelok ke kiri.
"Sudah memilih?"
Minah menghela napas berat. Meski ketakutan merasuki dan memenuhi dirinya, Minah mencoba memantapkan hati sebelum memutuskan bahwa mereka akan berlari.
Jungkook menggangguk, dan laki-laki itu tidak bercanda.
Ia mulai menarik tangan Minah, semakin lama semakin erat dan memaksa Minah agar berlari lebih cepat. Mereka berhasil berlari melewati belokan ke kiri pertama, lalu belokan kedua adalah ke kanan. Napas mereka terdengar memburu dalam perjalanan yang terasa lama dan mencekam itu. Saking asyiknya berlari, Jungkook tidak menyadari gadis yang berlari selangkah di belakangnya sudah kelelahan. Namun ia buru-buru sadar saat langkah gadis itu terasa melambat.
"Kenapa?"
Minah menggeleng dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari lebih kencang, berusaha mengejar Jungkook dan menyejajarkan posisi mereka berdua. Laki-laki itu masih belum lepas memandangi Minah sambil sesekali memerhatikan jalan.
"Kau kelelahan?"
Minah mengangguk namun cepat-cepat berseru, "Kita sampai!"
Jungkook memandang ke depan dan melihat sedikit cahaya kemerahan. Seketika itu senyumnya mengembang, lantas menoleh senang ke arah Minah.
"Kita tidak perlu berlari-lari lagi."
Jungkook berhenti dan tiba-tiba menahan lengan Minah.
Napas keduanya memburu. Minah terlihat menempelkan tangannya di balik poni sambil mendesah lega.
"Sedikit lagi," kata Jungkook sambil kembali menatap ujung lorong, "Jalanlah duluan."
I'll be the prince and you'll be the princess,
'Cause it's a love story, baby, just say, "yes."
"Thanks."
Saat ini mereka sudah sampai di ujung lorong, di luar sekolah.
Jungkook bersandar pada dinding belakangnya. Sibuk mengatur napas dengan dada yang juga sesak karena senang.
Sementara Minah bersandar di batang pohon dengan posisi mereka yang benar-benar berhadapan. Gadis itu terlihat sibuk mengorek-ngorek tasnya.
"Nih, bolamu."
Bola Jungkook kembali terulur di hadapannya. Jungkook tersenyum dan mengambilnya.
"Terima kasih."
Minah mengangguk sambil memandang laki-laki yang sedang memainkan bolanya di tangan. Jungkook sesekali memantulkannya ke bawah dan menangkapnya lagi.
"Lalu sekarang kita mau kemana?"
Jungkook menoleh Minah.
"Aku tidak berpikir masih ada syarat lain untuk menukar bolaku." sahut Jungkook setelah cukup lama dan kekehan kecil.
Gadis itu tersenyum menahan malu, "Oh, ayolah." katanya sambil meninju pelan dada Jungkook.
"Aku belum mau ceritanya berakhir." kata Minah lagi. Ia mengatakan itu dengan ringan, "Jujur saja, melarikan diri bersamamu menyenangkan sekali."
Jungkook tersenyum dan mengangguk-angguk, "Baiklah, baiklah."
"Tapi pertama-tama..." laki-laki itu berlagak mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu melanjutkan bicaranya yang kedengaran seperti berbisik.
"... kita cari kamar kecil dulu, ya?"
'Cause we were both young when I first saw you.
End
Romance, Friendship, Alternate Universe
2837 words
Special thanks to HiDesign.
Happy Reading!
"Akan kutemui Naeun dan kembali secepat aku membobol ring."
Lalu setelah tiga puluh menit berdiri dengan seragam basket yang basah keringat, Jungkook sadar bahwa Kihyun tidak membobol ring secepat kesannya.
Setelah kepergian mereka, Kihyun, Taehyung, dan Junior, masuk ke dalam, menunggu sendirian di depan pintu aula terasa amat tidak menyenangkan. Sekarang ini aula dipenuhi gadis-gadis pemandu sorak yang sedang latihan. Seandainya Jungkook tidak mengidap kelainan, namanya caligynephobia dan benar-benar ada. Maksudnya, kelainan yang membuat tubuhmu memberi respon berlebihan jika bertemu seorang gadis, apalagi berinteraksi dengannya, itu benar-benar nyata. Seandainya saja dia tidak mengidap kelainan macam itu, tentu ia sudah berada di dalam sana bersama ketiga temannya. Jadi untuk sekarang ini, tentu lebih aman untuk tinggal daripada harus masuk ke tempat yang banyak gadis-gadisnya.
Ketiga temannya itu ke sana sebenarnya untuk membantu Kihyun-Sang-Ketua menyelesaikan masalah. Bukan masalah semacam duel antarketua tim, atau perkelahian dengan anak kelas lain, justru jauh lebih sederhana. Ini cuma masalah Naeun, pacarnya yang posesif dan merajuk karena akhir-akhir ini waktu Kihyun sering dihabiskan di lapangan dibanding melakukan hal-hal manis untuknya, tidak seperti dulu. Begitulah kilasan yang Jungkook tahu.
Sementara suasana aula masih terdengar bergemuruh, Jungkook menempelkan punggungnya pada tembok di dekatnya dan memandang kosong ke hadapan. Laki-laki itu sejenak larut dalam lamunannya. Matanya terlihat menatap kamar kecil di depan sana, meski tidak benar-benar memperhatikan, sampai suara lirih langkah kaki terdengar mendekat dan semakin jelas.
Itu pasti mereka.
Laki-laki berseragam putih dan merah menyala itu melangkah mendekati pintu masuk untuk menyambut teman-temannya.
"Demi Tuhan, kalian..."
Ucapannya terpotong. Langkahnya terhenti setelah seseorang membentur tubuhnya dengan keras, bahkan hingga suara dentuman keras terdengar.
"Ma-maaf!" seru orang itu.
Jungkook terkesiap. Matanya mengerjap beberapa kali menandakan bahwa ia amat gugup. Suaranya seperti perempuan! Jungkook tidak berani menundukkan kepala, tidak berani kalau-kalau seseorang yang meringkuk di dadanya itu adalah seorang perempuan, meski jika memang begitu kenyataannya.
We were both young when I first saw you.
Gadis itu agak sempoyongan, lantas menyentuh dada Jungkook yang keras dan berusaha menolak tubuhnya agar dapat kembali ke posisi berdirinya semula. Gadis itu mendongak menatap Jungkook. Pakaiannya kuning merah muda.
***
"Kau payah, ah." kata Taehyung sambil berusaha mengunyah udonnya. Mulut orang itu penuh makanan, rasa lapar yang menggerogoti perutnya sejak tadi sama besarnya dengan keinginannya untuk bercerita pada teman karibnya.
Jungkook yang baru saja bergabung saat Taehyung mengungkapkan rasa kecewanya pada Jungkook. Laki-laki berambut hitam itu terlebih dulu menyelesaikan urusannya pada kantung kemih setelah bertabrakan dengan gadis pemandu sorak tadi. Ia buang air banyak sekali.
Jungkook yang sudah duduk di kursinya hanya melirik Taehyung sekilas, lalu melirik Junior yang duduk di sebelah laki-laki berambut pirang itu. Wajah Junior tampak tidak bersemangat menanggapi sikap Taehyung kali ini.
"Gadis pistachio yang manis!" seperti tidak menyadari sikap Junior, Taehyung kini malah berseru senang. Ia lantas menambahkan setelah menelan udonnya dengan susah payah, "Kalau kau di sana, kau akan seberuntung aku."
Jungkook mengernyit sebelum menyuarakan isi pikirannya, "Apa yang... 'pistachio'?"
"Rasa es krim kesukaannya." Junior menyahut asal-asalan, "Mungkin itu berarti 'gadis favoritnya yang manis'."
Taehyung buru-buru mengangguk membenarkan, membuat Kihyun yang memperhatikan sempat terkekeh sendiri.
"Gadis mana yang kau maksud?" tanyanya.
Taehyung mengernyit dan menoleh Kihyun, memandangnya seakan Kihyun sedang berpura-pura bodoh.
"Gadis kuning merah muda, tentu saja."
Tangan Jungkook yang hendak menyumpit udon terhenti setelah mendengar ungkapan itu. Gadis kuning merah muda. Jadi, gadis yang menabraknya itu berseragam apa tadi?
"Semua gadis di aula berseragam kuning merah muda."
Suara Kihyun terdengar saat Jungkook sedang menerka-nerka, mungkinkah gadis kuning merah muda yang Taehyung ceritakan sama seperti gadis kuning merah muda yang menabraknya? Tapi mendengar jawaban Kihyun, kemungkinannya kecil sekali.
Taehyung terlihat sedang berpikir-pikir sebentar sebelum berkata bahwa ia tidak tahu nama gadis itu.
Ketenangan sempat terjadi sejenak, sebelum Junior mengusulkan, "Bukan gadis yang kau panggil-panggil 'sherry' hingga dia dongkol dan berlari keluar?"
Jungkook menahan tawanya lantas berkomentar, "Wah, parah."
"Kalau benar yang itu, aku tahu namanya." kata Kihyun penuh misteri, "Namanya Minah. Bang Minah. Dia teman Naeun yang sangat dekat."
Anehnya, Jungkook justru mendapati dirinya memasang telinga baik-baik akan ucapan Kihyun selanjutnya. Jadi, namanya Minah? Meski senang mendengar gagasan bahwa namanya Minah, Jungkook masih berharap gadis itu bukan gadis yang sama. Tapi, tunggu dulu, memangnya kenapa kalau benar-benar sama?
"Ah, Bang Minah!" Jungkook nyaris terlonjak kaget mendengar seruan Taehyung yang heboh.
"Benar." kata Kihyun melanjutkan. "Selain pemandu sorak, dia juga anggota jurnalistik sepertiku meski bidang kami berbeda. Dia mengambil dua bidang sekaligus, reporter dan editor, sehingga kau bisa bayangkan betapa jejalan tugas itu menahannya di perpustakaan setiap jam istirahat, bahkan sepulang sekolah, hanya untuk berkumpul dengan anggota lain yang sebidang dengannya."
Kihyun menarik napas sebelum melanjutkan, "Apa lagi yang ingin kau ketahui?"
"Wow, kau kedengaran seperti detektif." aku Junior.
Taehyung tidak menggubris komentar itu, terlalu asyik dengan pikirannya dan tersenyum-senyum sendiri.
"Selain pemandu sorak, ternyata dia juga anak di belakang layar." simpulnya lantas tiba-tiba bertanya, "Tahu nomor ponselnya?"
"Mudah, aku akan mengirimimu sms."
Jungkook mengangkat wajahnya, menatap Taehyung, lalu Junior yang mengaduk udonnya, dan kembali pada Taehyung. Rasanya mulutnya gatal ingin berbagi, bahwa sebenarnya dia bertemu gadis kuning merah muda juga, dengan wajah yang manis sekali. Hanya saja ia tidak dapat memastikan, tidak dapat berbagi apapun pada semua temannya sebelum ia sendiri tahu pasti.
We keep quiet 'cause we're dead if they knew.
**
Seorang gadis menatap layar laptopnya.
I got tired of waiting.
Merasa jenuh, ia menghela napas dan menghempas dirinya pada sandaran kursi.
Seperti yang Kihyun katakan, kali ini Minah lagi-lagi menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan.
Gadis itu berada di tengah-tengah perpustakaan super luas untuk sebuah perpustakaan sekolah. Ia dan dua orang temannya sedang mengerjakan editing artikel seperti biasa, dengan dua orang teman yang pergi mengisi perut meninggalkan laptop mereka yang menyala di atas meja panjang.
Di sekelilingnya, di depan, di belakang, di sisi kanan dan kiri, hanya ada jejeran tiga puluh rak buku setinggi dua meter yang disusun selang seling. Ia melamun memandangi sekitarnya lalu diam-diam menyimpulkan. Perpustakaan itu kalau dilihat-lihat seperti labirin dengan rak-rak itu selaku tembok pembatas.
Lalu matanya sempat melirik pintu masuk perpustakaan.
Wondering if you were ever coming around.
Ia tidak melihat-lihat terlalu lama di sana dan melirik kembali ponselnya yang juga berada di atas meja panjang, mengetuk-ketuk layar dengan telunjuknya seakan sedang menunggu panggilan.
My faith in you was fading.
Minah kembali menatap pintu masuk tak lama sebelum berdecak sebal.
"Kenapa dia belum datang juga?" ocehnya tanpa memalingkan tatapan pada pintu.
"Dia siapa?" balas salah satu temannya.
"Kihyun." singkatnya, "Artikelku sudah..."
Temannya menatap dengan wajah bertanya saat gadis itu tiba-tiba diam secara misterius.
"Aku pergi sebentar."
Tanpa melihat reaksi temannya lebih lama, gadis itu menyelinap ke rak belakang. Kakinya melangkah menyusuri jalan kecil di sela-sela kedua rak, atau jalan membentang yang lebih luas dan menampilkan deretan rak yang tersusun rapi. Minah tidak lagi peduli. Yang ia tahu, ia sedang tidak ingin bertemu laki-laki itu.
Romeo, save me, I've been feeling so alone.
Kadang ia berjalan merunduk, kadang dia malah berjalan cepat-cepat agar cepat sampai di rak paling belakang sana.
Setelah perjalanan singkat itu, langkahnya yang cepat dan terburu-buru akhirnya jatuh terhuyung. Kepalanya kembali menapak pada sandaran kokoh yang sudah amat dikenalnya.
I keep waiting for you but you never come.
Minah yang menyadari sesuatu terjatuh di lantai atas insiden kecil itu lantas buru-buru memungutnya sambil membungkuk meminta maaf.
"Tidak masalah."
Suara serak yang menyahut itu membuat tubuhnya menegang. Kepalanya cepat-cepat mendongak.
Is this in my head? I don't know what to think.
Tanpa sadar Jungkook menahan napasnya. Matanya tidak mau berpaling pada wajah mendongak itu untuk kedua kalinya.
Aku ingin buang air, batin Jungkook. Tapi kali ini gagasan itu gagal total. Kakinya tidak memberinya kesempatan untuk melewatkan momen ini. Ia melirik buku bersampul merah padamnya di tangan gadis itu, sementara si manis mengeratkan genggaman pada ujung buku sambil memandangnya penuh keterkejutan.
Jungkook terkesiap ketika gadis itu tiba-tiba mengerjap beberapa kali. Kedua tangan gadis itu menyodorkan buku merah itu padanya.
"Terima..."
"Boleh aku tahu namamu?"
Jungkook lagi-lagi dibuat terkesiap mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan kikuk yang memotong ucapan terima kasihnya. Tapi masalahnya bukan itu.
"Jungkook."
Kenapa dia tiba-tiba bertanya? Tapi gadis itu kini mengangguk-angguk kepadanya dengan pandangan yang berpaling menatap sekitar, sebelum ia benar-benar menunduk.
"Dan kau?" Jungkook balas bertanya.
Gadis itu kembali mendongak. Saat itulah Jungkook tahu bahwa gadis itu bersemu semerah tomat.
"Minah. Bang Minah."
***
Langit di atas sana nyaris berwarna kemerah-merahan. Tubuhnya yang keras mulai terasa dingin saat angin musim gugur berhembus lagi.
They're trying to tell me how to feel.
Jungkook sedang duduk dan menunduk menatap bolanya di undakan pertama, tempat sepatu merah padamnya kini berpijak.
Ini sudah berminggu-minggu berlalu setelah kejadian manis di perpustakaan itu. Jungkook berakhir mundur teratur saat tahu bahwa gadis itu benar-benar gadis yang sama dengan gadis pistachio Taehyung.
Ia tidak mau melihatnya lagi, gadis itu, ia mengucap janji pada hati kecilnya. Kejadian itu, terakhir kali ia terlihat tertawa bersama Taehyung di koridor. Kejadian yang benar-benar kebetulan dan tidak mengenakkan.
Mengingat kembali kejadian itu hanya membuat dadanya, tempat dimana gadis itu sempat bersandar, sekali lagi terasa sesak.
Tidak mau lama-lama larut dengan pikiran, Jungkook meraih bolanya dan berdiri bak memaksakan diri untuk bersikap biasa saja. Dipantulkannya bola tangan itu beberapa kali, lantas mulai bergerak dengan gesit ke arah ring.
Ia berlari-lari cepat, bergerak dengan luwes dan langkah yang tidak lurus-lurus mengarah ring. Ia sedikit melakukan zigzag, seakan-akan tim lawan sedang menghadangnya, lalu melompat dan mencetak gol dengan mudah.
Dirinya sempat tersenyum puas sambil memandang bolanya yang terpantul-pantul sebelum melakukan lay up sekali lagi.
This love is difficult but it's real.
Ia meraih bolanya yang telah, untuk kedua kalinya, masuk ring dengan sempurna.
Laki-laki itu kembali memantul-mantulkan bolanya, namun kali ini bergerak menjauhi ring. Ia berpikir untuk melakukan shoot three point yang juga sempurna.
Namun alih-alih melakukannya, bola tangan itu justru terlepas oleh kendali tangannya. Langkahnya terhenti bersamaan dengan bolanya yang menggelinding, mengarah ke seseorang yang berbalut kardigan merah marun dan berdiri tepat di garis three point. Sebagian rambutnya yang hitam terlihat bagus berpadu dengan warna kardigan itu. Dia juga terlihat tengah menggendong tas sekolah warna putih bergaris-garis horisontal besar warna biru gelap.
"Permainan yang bagus."
Jungkook bernapas.
"Terima kasih."
Gadis itu tersenyum sebentar kemudian merunduk memungut bola di kakinya.
Sedang apa gadis ini ke sini?
"Aku senang kita bisa bertemu lagi." kata Minah setelah berhasil mendapatkan benda bulat itu.
Sambil memeluknya, Minah menambahkan, "Apa aku mengganggu latihanmu?"
Jungkook cepat-cepat menggeleng dan menjawab, "Tidak."
Senyum gadis itu kembali mengembang. Minah bergerak mendekat, ia melangkah pelan ke arah Jungkook sampai jarak mereka cukup dekat, lalu menyodorkan bola dengan kedua tangannya.
"Tidak berniat mengambil kembali bolamu?"
Jungkook mengerjap dan tersadar jika ia melamun. Ia pasti tampak bodoh dari tadi. Segera ia menunduk menoleh bolanya. Tangannya bergerak mengambil bola dan meraihnya dari tangan gadis itu, tapi Minah tiba-tiba memantulkan bolanya ke bawah.
"Kau pernah mengenal istilah sistem barter?" nada suaranya terkesan menggoda.
Jungkook mendapati alisnya berkerut akan itu, "Apa maksudmu?"
"Aku sedang melarikan diri dari temanmu. Dia sekarang berdiri tepat di pintu masuk sekolah." kata Minah, "Kau tahu tidak ada seorangpun lagi di sekolah selarut ini, bukan?"
Jungkook masih menatapnya tidak mengerti. Namun karena ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa gadis itu akan menambahkan, ia berpikir untuk merespon.
"Mm." gumamnya.
"Nah, sudah mengerti maksudku?"
Otaknya berjalan lambat. Namun sesaat sebelum ia benar-benar terlambat, Taehyung terbersit dalam benaknya. Apa gadis ini menghindari Taehyung?
"Kalian bertengkar?" tanyanya tanpa dapat ditahan.
"Bukan." jawab Minah, "Hanya saja..."
"Apa?"
Minah mendongak dan menatap kedua mata Jungkook dalam-dalam, seakan terkejut mendengar reaksinya. Saat itulah Jungkook tersadar bahwa suaranya terdengar memburu, terkesan membentak dan tidak menyenangkan bahkan untuk telinganya sendiri. Kenapa ini? Kenapa ia tidak bisa menahannya?
"Aku bingung bagaimana mengatakannya..."
Ungkapan ragu itu mendapat perhatian penuh oleh Jungkook. Laki-laki itu masih enggan berpaling, menunggu kalimat lanjutan lain yang akan terlontar dari bibir Minah.
Seakan menyadarinya, Minah terlihat berpikir-pikir untuk melanjutkan. Saat melihat Jungkook yang masih menatapnya begitu, ia menjadi sedikit terburu-buru.
"Aku tidak menyukainya."
Jungkook memalingkan wajahnya.
Sedangkan gadis itu, ia lantas membungkam dan berjanji tidak akan bicara banyak lagi.
Don't be afraid, we'll make it out of this mess.
Keheningan terjadi begitu lama, hingga Jungkook merasakan hempasan angin itu menerpanya berkali-kali meski sekarang tubuhnya tidak merasa dingin sedikitpun. Ia dapat melihat poni gadis itu bergerak-gerak terhembus angin. Daun-daun kering yang berhembus datang bersamanya.
"Minah."
Sebenarnya kantung kemihnya mulai penuh lagi. Dan kalau mau tahu, ungkapan gadis itu tadi benar-benar melegakannya. Jungkook diam-diam senang menemukan gadis itu kembali kosong, meski tidak ada jaminan. Sekarang, Jungkook melihat Minah mengangkat wajahnya setelah panggilan itu.
"Lihat pintu pagar besi itu?" Jungkook melanjutkan.
Sesaat setelah ucapan Jungkook yang mantap, Minah buru-buru menoleh ke arah yang ditunjuk Jungkook. Pintu pagar itu kecil dan besi-besinya berkarat, benda tua itu terletak di sisi selatan lapangan dan di bawahnya banyak tumpukan daun kering. Letaknya terlalu di sudut, siapapun yang tidak menghabiskan banyak waktu di lapangan tidak akan tahu menahu mengenai keberadaan pintu itu.
Minah berbalik lantas memandang raut wajah Jungkook yang berubah tenang, bahkan bibirnya sedikit menyunggingkan senyuman.
"Akan kutunjukkan jalan keluar lain dari tempat ini."
Jungkook mengulurkan tangannya yang pertama-tama disambut senyuman Minah yang riang. Tidak perlu berlama-lama, tangannya sudah menggenggam jemari Minah, dan saat itu pula jantungnya mendadak berdegub kencang.
Juliet, I'll take you somewhere we can be alone.
Jungkook menarik tangannya dan mereka berlari bersama menuju pintu besi. Sebelah tangan Minah memeluk bola itu erat-erat, bibirnya tidak bisa berhenti tersenyum. Dinginnya angin musim gugur tidak lagi berpengaruh padanya. Genggaman Jungkook begitu hangat.
Laki-laki itu menghentikan langkahnya saat mereka sudah berdiri satu meter dari pintu. Ia mengisyaratkan Minah untuk tidak bersuara dan memberikan tas gendong bawaannya. Minah mengangguk mengerti dan buru-buru memasukkan bola Jungkook dalam tasnya lalu memercayakan tasnya pada Jungkook.
Jungkook melepas genggaman tangannya pada Minah dan melangkah perlahan menuju pintu itu. Ia lantas melempar tas Minah ke balik pintu lalu buru-buru bergerak menjauh dan berjongkok bersembunyi.
"Ada apa?" bisik Minah pelan.
Jungkook menolehnya sebentar, lalu kembali mengintip melalui jeruji pintu itu. Setelah memastikan mereka aman, Jungkook mengisyaratkan Minah untuk mendekat sambil berusaha berdiri.
"Penjaga sekolah tinggal di lorong di balik pintu ini." bisiknya, menjawab pertanyaan Minah tadi.
Gadis itu hanya mengangguk-angguk.
"Ayo naik."
Nothing more, all that's left to do is run.
Langit sudah berwarna kemerah-merahan, bahkan menggelap, saat Minah mulai memanjat pintu pagar itu. Jungkook menahan pinggangnya sampai gadis itu benar-benar melompat, lantas ia menyusul melewati pintu itu dengan mudah.
Ketika sampai, tidak ada apapun yang indah atau romantis di dalam sana. Hanya sebuah lorong sempit yang gelap dan berliku-liku.
Minah menggeleng, merasa tidak yakin dengan gagasan ini karena lama-lama lorong mengerikan itu tampak berkelok dan tidak berujung.
"Kusarankan untuk berlari secepat yang kau bisa atau mengendap-endap sepanjang jalan. Kau tidak bisa melakukan di antaranya."
Minah menoleh Jungkook yang tidak sedang memandangnya. Laki-laki itu menatap ke ujung lorong yang berbelok ke kiri.
"Sudah memilih?"
Minah menghela napas berat. Meski ketakutan merasuki dan memenuhi dirinya, Minah mencoba memantapkan hati sebelum memutuskan bahwa mereka akan berlari.
Jungkook menggangguk, dan laki-laki itu tidak bercanda.
Ia mulai menarik tangan Minah, semakin lama semakin erat dan memaksa Minah agar berlari lebih cepat. Mereka berhasil berlari melewati belokan ke kiri pertama, lalu belokan kedua adalah ke kanan. Napas mereka terdengar memburu dalam perjalanan yang terasa lama dan mencekam itu. Saking asyiknya berlari, Jungkook tidak menyadari gadis yang berlari selangkah di belakangnya sudah kelelahan. Namun ia buru-buru sadar saat langkah gadis itu terasa melambat.
"Kenapa?"
Minah menggeleng dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari lebih kencang, berusaha mengejar Jungkook dan menyejajarkan posisi mereka berdua. Laki-laki itu masih belum lepas memandangi Minah sambil sesekali memerhatikan jalan.
"Kau kelelahan?"
Minah mengangguk namun cepat-cepat berseru, "Kita sampai!"
Jungkook memandang ke depan dan melihat sedikit cahaya kemerahan. Seketika itu senyumnya mengembang, lantas menoleh senang ke arah Minah.
"Kita tidak perlu berlari-lari lagi."
Jungkook berhenti dan tiba-tiba menahan lengan Minah.
Napas keduanya memburu. Minah terlihat menempelkan tangannya di balik poni sambil mendesah lega.
"Sedikit lagi," kata Jungkook sambil kembali menatap ujung lorong, "Jalanlah duluan."
I'll be the prince and you'll be the princess,
'Cause it's a love story, baby, just say, "yes."
"Thanks."
Saat ini mereka sudah sampai di ujung lorong, di luar sekolah.
Jungkook bersandar pada dinding belakangnya. Sibuk mengatur napas dengan dada yang juga sesak karena senang.
Sementara Minah bersandar di batang pohon dengan posisi mereka yang benar-benar berhadapan. Gadis itu terlihat sibuk mengorek-ngorek tasnya.
"Nih, bolamu."
Bola Jungkook kembali terulur di hadapannya. Jungkook tersenyum dan mengambilnya.
"Terima kasih."
Minah mengangguk sambil memandang laki-laki yang sedang memainkan bolanya di tangan. Jungkook sesekali memantulkannya ke bawah dan menangkapnya lagi.
"Lalu sekarang kita mau kemana?"
Jungkook menoleh Minah.
"Aku tidak berpikir masih ada syarat lain untuk menukar bolaku." sahut Jungkook setelah cukup lama dan kekehan kecil.
Gadis itu tersenyum menahan malu, "Oh, ayolah." katanya sambil meninju pelan dada Jungkook.
"Aku belum mau ceritanya berakhir." kata Minah lagi. Ia mengatakan itu dengan ringan, "Jujur saja, melarikan diri bersamamu menyenangkan sekali."
Jungkook tersenyum dan mengangguk-angguk, "Baiklah, baiklah."
"Tapi pertama-tama..." laki-laki itu berlagak mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu melanjutkan bicaranya yang kedengaran seperti berbisik.
"... kita cari kamar kecil dulu, ya?"
'Cause we were both young when I first saw you.
End